TRIBUNNEWS.COM- Kerusuhan terjadi di Fakfak Papua pada Rabu (21/8/2019).
Dua lokasi vital di Fakfak menjadi amukan massa.
Polisi menyebut pemicu kerusuhan di Fakfak karena adanya bendera bintang kejora yang dinaikkan.
Hal ini disampaikan oleh Kabid Humas Polda Papua Barat AKBP Mathias Krey saat dihubungi Tribunnews.com.
Mathias mengatakan, kerusuhan dipicu karena adanya selisih pendapat.
Sekelompok oknum berusaha memasuki barisan merah putih dan menaikkan bendera bintang kejora.
Hal ini membuat kedua kelompok tersebut mengalami selisih pendapat.
Baca: Update Kerusuhan di Fakfak Papua: Kondisi Aman, Polisi Sebut Kerusuhan Tak Menyebar ke Wilayah Lain
Baca: Kabar Terbaru Kerusuhan di Fakfak dan Timika: Suasana Sudah Kondusif
"Ada dua kelompok. Barisan merah putih dan ada oknum yang masuk barisan dan menaikkan (bendera) bintang kejora, "
"Tidak sependapat akhirnya jadi berselisih," kata Mathias saat dihubungi lewat sambungan telepon, Rabu (21/8/2019).
Hal senada juga diungkapkan oleh Karo Ops Polda Papua Kombes Pol Moch Sagi.
Mengutip dari Kompas.com, terdapat bendera selain merah putih yang berada di tengah-tengah massa.
Massa ingin menurunkan bendera selain bendera merah putih tersebut.
Namun, keinginan massa ditolak oleh oknum pembawa pendera selain merah putih hingga terjadi perselisihan.
"Bendera bintang kejora disuruh turunin, namun oknum massa tidak mau. jadi timbul pertengkaran," katanya, Rabu (21/8/2019).
Keributan tersebut dapat dikendalikan oleh aparat kepolisian.
Oknum-oknum tak bertanggung jawab kemudian memanfaatkan pertikaian tersebut dengan membakar Pasar Tumburuni.
Pembakaran kembali berlanjut di Kantor Dewan Adat Papua saat akan dilakukan upaya perdamaian.
Baca: 3 Tanda Baru Kuatkan Dugaan Syahrini Hamil, Istri Reino Barack Sulit Sembunyikan Perubahan Perut?
Baca: Babak Baru Kasus Video Konten Asusila Hotman Paris, Saksi Pihak Farhat Abbas Mengaku Diteror
Baca: Keluarkan Senjata Api Ketika Digeledah, Bandar Narkoba Kampung Ambon Tewas Ditembak Polisi
"Saat dilakukan perdamaian dengan para pedagang (Pasar Tumburuni) di Kantor Dewan Adat Papua, malah berujung anarkis dengan pembakaran Kantor Dewan Adat Papua," tambahnya.
Sementara itu, kondisi Fakfak pasca kerusuhan sudah aman dan kondusif.
"Situasi di Fakfak saat ini sudah aman, sudah kondusif. Sudah terkendali oleh aparat TNI Polri di sana," kata Mathias.
Ratusan personel diturunkan untuk melakukan pengamanan.
Polisi juga menambahkan pasukan dari Brimob.
"Ada penambahan tadi siang dari Brimob sudah 100 personel. Ditambah dengan personel dari Fakfak sendiri dan TNI disana," katanya.
Mathias juga mengatakan, kerusuhan tak akan menyebar ke wilayah lain.
Baca: BIN Telah Kantongi Nama Aktor Penggerak Kerusuhan di Papua Barat
Baca: Jansen Sitindaon Heran Anggota DPR Ditolak di Asrama Mahasiswa Papua, Fadli Zon : Tadinya Sudah OK
Sudah ada himbauan kepada tokoh di masing-masing kabupaten.
"Saya kira sudah tidak ada lagi. Sudah ada himbauan kepada para tokoh yang ada di masing-masing kabupaten," ungkapnya.
Terkait kerusuhan ini, Wakil Gubernur Papua Barat Mohammad Lakotani menduga aksi tersebut ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu.
Kerusuhan tersebut juga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga sempat melakukan pelambatan akses internet di Fakfak menyusul terjadinya kerusuhan.
Permintaan pelambatan tersebut diajukan oleh Polri.
"Dan pagi ini kami (Kominfo) melambatkan akses internet untuk Fakfak mulai pukul 9 pagi waktu Indonesia Timur," ujar Plt Kepala Humas Kominfo Ferdinandus Setu, saat dihubungi Tribun, Rabu (21/8/2019).
Selain di Fakfak, kerusuhan juga terjadi di Timika.
Massa melempari gedung DPRD dengan batu karena kecewa lama menunggu kedatangan Ketua DPRD Mimika dan Bupati Mimika.
Sebelumnya, aksi kerusuhan terjadi di Manokwari, Papua Barat terjadi pada Senin (19/8/2019) pagi.
Massa membakar gedung DPRD dan sejumlah kantor instansi lainnya.
Kerusuhan tersebut dipicu kejadian sebelumnya di Surabaya dan Malang yang dianggap rasis dan menghina warga Papua.
(Tribunnews.com/Miftah)