Perkara tersebut sudah inkrah, diterima oleh PN Mojokerto tertanggal (4/7/2019) dan (25/7/2019) diserahkan penuntut umum sebagai eksekutor.
"Terdakwa maupun penuntut umum tidak melakukan upaya hukum, kasasi maksudnya ya, jadi inkrah.
Nah untuk perkara di Kota Nomor 65, itu sampai sekarang pengadilan belum menerima. Mungkin dalam proses banding sehingga perkara Nomor 65 saya tidak berani komentar,” tuturnya.
Minta Dihukum Mati
Saat ditemui kembali, Aris (20) mengaku keberatan terhadap putusan hakim dengan hukuman suntik kebiri kimia.
"Saya keberatan dengan hukuman suntik kebiri mati.
Saya menolak karena efek kebiri berlaku sampai seumur hidup.
Mending saya dihukum dua puluh tahun penjara atau dihukum mati.
Setimpal dengan perbuatan saya," ungkapnya ketika ditemui di Lembaga Pemasyarakatan Mojokerto Senin siang (26/8/2019).
Dalam pertemuan dengan SURYA.co.id pada senin itu, Aris terlihat lemah. Ia mengenakan baju kotak-kotak merah ketika ditemui di LP Mojokerto kelas IIB kala itu.
Meski vonis sudah dijatuhkan, Aris bersikeras tidak mau dihukum suntik kebiri.
"Tetap saya tolak. Saya tidak mau. Kalau disuruh tanda tangan saya tidak mau tanda tangan," ucapnya.
(Danendra Kusuma/Febrianto Ramadhani)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kronologi Lengkap Kasus Aris di Mojokerto sampai Dihukum Kebiri, Dulu Dijuluki Predator Anak