Kontak Senjata di Deiyai, Papua, Jenazah Serda Rikson, Anggota TNI AD meninggal Terkena Panah Dievakuai ke Nabire
TRIBUNNEWS.COM - Pascakepulangan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjhajanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dari Papua, provinsi paling timur Indonesia itu kembali bergejolak, Rabu (28/8/2019).
Kontak senjata terjadi di wilayah Deiyai, Papua, massa menggelar aksi sekitar pukul 15.00 WIT.
Ratusan massa yang menggelar aksi demo di Kantor Bupati Deiyai, menyerang aparat keamanan gabungan TNI dan Polri.
Mengutip Tribun Timur, satu anggota TNI tewas terkena panah dan 4 lainnya terluka.
Anggota TNI yang gugur bernama Serda Rikson dari Kodam II Sriwijaya.
Baca: Korlap Aksi Massa yang Bentrok di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya Jadi Tersangka
Baca: Pria Bule dari Jerman Nikahi Wanita Tanpa Tangan dan Kaki Asal Nusa Penida, Ini Kisah Cinta Mereka
Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih Letkol Eko Daryanto membenarkan hal itu.
“Nama anggota yang gugur Serda Rikson satuan dari Kodam II Sriwijaya,” kata Kapendam.
Lanjutnya, saat ini jenazah Serda Rikson sedang dievakuasi menuju Nabire yang menempuh perjalanan darat sekitar 8 jam.
"Lagi upaya evakuasi menuju Nabire dari lokasi kejadian," kata Kapendam.
Ada 5 anggota aparat keamanan gabungan TNI dan Polri terluka akibat dipanah warga saat aksi unjuk rasa berlangsung di Halaman Kantor Bupati Deiyai.
"Ada 5 yang terkena panah dan salah satunya meninggal. Hingga saat ini situasi mencekam," ungkap dia.
Dari informasi, ratusan massa yang menggelar aksi unjuk rasa berupaya menyampaikan aspirasi tertulisnya kepada bupati.
Baca: Ricuh Aksi Unjuk Rasa di Papua, 1 TNI Tewas, Massa Rampas 10 Senjata Laras Panjang Aparat
Baca: Kronologi Kontak Senjata di Deiyai Papua hingga Sebabkan Satu Anggota TNI Gugur
Namun bupati belum berada ditempat sehingga massa mulai marah dan menyerang aparat.
Aksi unjuk rasa di Deiyai hari ini adalah yang kedua kalinya.
Sebelumnya aksi yang sama berlangsung 24 Agustus 2019 lalu diikuti ribuan massa.
Bahkan massa sempat mengibarkan bendera bintang kejora (simbol Papua Merdeka) ditengah lapangan.
Massa menuntut Bupati Paniai menantangani persetujuan akan Refrendum di Papua.
Aparat memulihkan keamanan
Kontak senjata terjadi di wilayah Deiyai, Papua, Rabu (28/8/2019).
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyampaikan saat ini aparat keamanan sedang memulihkan keamanan di Deiyai, Papua.
Satu Prajurit TNI AD meninggal akibat terkena panah.
Demikian pula lima anggota Polri terluka kena panah.
"Saat ini aparat keamanan sedang memulijkan keamanan di kabupaten tersebut," ujar mantan Wakapolda Kalimantan Tengah ini kepada Tribunnews.com melalui pesan WhatsApp, Rabu.
Baca: Serda Rikson, Anggota TNI AD yang Gugur dalam Rusuh di Deiyai Papua Dievakuasi ke Nabire
Baca: UPDATE Baku Tembak di Deiyai, Papua, Kondisi Terkini hingga Seorang Anggota TNI AD Tewas
Sebelumnya mengutip Kompas.com, diberitakan kontak senjata terjadi di wilayah Deiyai, Papua, Rabu.
“Kapolres Paniai dan tim masih kontak tembak,” kata Irjen Pol Rodja, seperti dilansir Antara, Rabu.
Dalam insiden tersebut dilaporkan satu pucuk senjata milik TNI-AD hilang.
Ketika ditanya tentang korban lainnya, Kapolda Papua mengaku belum dapat laporan lengkap.
Irjen Pol Rudolf Rodja mengatakan masih berada di Timika.
Panglima TNI dan Kapolri kunjungi Papua
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian beserta rombongan mengunjungi Papua, Selasa (27/8/2019).
Di Jayapura, Panglima dan Kapolri bertemu dengan berbagai tokoh Papua di Swiss Belinn Hotel.
Mengutip Tribun Timur, tokoh agama yang juga Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama provinsi Papua, Pendeta Livius Biniluk, mengatakan di dalam kehidupan ini semua manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling mulia.
Sehingga seharusnya tidak boleh saling menghina satu sama lain.
“Pertama sebagai warga umat beragama tidak boleh ada rasisme. Tuhan menciptakan manusia ya manusia, binatang ya binatang. Itu berbeda. Dan semua harus tahu itu siapapun dia,” ujar Pendeta Livius.
Menurutnya, tindakan rasisme yang dialami warga Papua sudah lama dan beberapa waktu lalu menjadi puncaknya.
“Tidak ada alasan mereka bicara begitu karena kebetulan. Sebenarnya rasisme itu sudah lama, itu kemarin hanya muncul begitu saja, saya tahu itu. Itu salah dan mestinya tidak boleh ada rasisme. Harus sadar menghargai ciptaan Tuhan. Jadi tidak boleh lagi,” ujar Biniluk.
Lebih lanjut, tokoh Gereja GIDI itu menuturkan, pemerintah tidak boleh diskriminatif terhadap pelaku rasisme.
Karena itu hanya akan menciptakan persoalan-persoalan baru lagi.
“Tangkap itu orang yang keluarkan kata rasisme, mau anggota kah tangkap, proses masuk penjara itu saja selesai, tidak akan ada lagi masalah,” tegasnya.
Ia juga menghimbau kepada seluruh masyarakat Papua tetap tenang tidak mudah terprovokasi. Karena semua aspirasi sudah disampaikan kepada Pemprov, DPRP, dan MPR.
“Mereka sedang ada di Jakarta saat ini dan sedang menuju Surabaya dan lain lainnya. Biarkan mereka selesaikan, dan masyarakat di Papua tetap berkebun berjualan, beribadah semua itu,” kata Biniluk.
Kepada warga non Papua, Biniluk juga menghimbau untuk tetap tenang dan tetap beraktivitas seperti biasa, karena Papua pada unumnya aman.
“Terus yang mau demo ya demo yang terhormat bermartabat. Jangan ada anarkis merusak rumah merusak manusia lain, itu tidak boleh dan firman Tuhan katakan demikian juga deklarasi PBB begitu. Boleh sampaikan kemauan apapun tapi harus bermartabat itu saja tidak ada lain,” tandas Biniluk.
Sementara itu Kapolri mengatakan, sudah mendapat masukan dari berbagai tokoh Papua dalam tatap muka yang berlangsung tertutup tersebut.
“Hasil pertemuan sangat postif ada Perwakilan dari Pemuda, tokoh Islam pendeta Mofu dari GKI, pendeta Dorman Wandikbobdari GIDI, semua menyampaikan saran2 dan kritik. Supaya tidak terjadi diskriminasi. Kiami sudah jelaskan bahwa undang-undang melarang adanya rasisme, sehingga pelaku akan ditindak,” kata Kapolri.
Namun, lanjutnya, ia meminta warga Papua yang studi di luar Papua agar selalu beradaptasi dengan lingkungannya tinggal.
“Kita juga menghendaki anak-anak kita yang sekolah diluar Papua bersikap adaptif dengan tradisi, budaya, saling menghormati,” ujar Kapolri.
Para tokoh Papua juga menyinggung terkait adanya penambahan pasukan.
“Penambahan itu karena situasi, ada tindakan anarkis di Manokwari dan Sorong sehingga perlu memback up personil yang sudah ada.
Nanti begitu kami nilai sudah aman ya kami tarik kembali.
Di Jayapura juga ada demo tapi aman dan damai sehingga tidak ada penambahan pasukan,” kata Kapolri.
Terkait akses internet di blokir hingga saat ini, dilakukan guna mencegah hoax menyebar luas.
Baca: UPDATE Baku Tembak di Deiyai, Papua, Kondisi Terkini hingga Seorang Anggota TNI AD Tewas
”Hoax yang menyebar sangat luar biasa ada gambar anak asli Papua dikatakan meninggal karena dibunuh padahal itu tidak ada, ini berkembang."
"Kami berusaha mengcounter, menetralisir mengklarifikasi tapi mungkin ada yang baca ada yang tidak, masyarakat sudah terbakar duluan."
"Maka langkah kita diantaranya adalah slow down dulu sebagian, terutama gambar,” ujar Kapolri.
Baca: Mabes Polri: Kontak Senjata di Deiyai Papua, 1 Anggota TNI Gugur, 5 Polisi Terluka Karena Panah
Langkah pelambatan internet yang dilakukan demi keamanan nasioanal.
“Nah, kenapa ini ambil, karena Keamanan nasional termasuk keamanan wilayah ini menjadi prioritas dulu, tentu akan mengorbankan kebebasan (Freedom) sedikit."
"Dan langkah itu tidak di larang, karena dalam UU hal itu diatur. Jadi, kekebasan menyampaikan pendapat berarti absolut sebebas bebasnya, ada batasan jangan sampai mengancam national security,” ucapnya.
“Kita melihat rusuh di Manokwari, rusuh di Sorong bakar sana, bakar sini, kalau tidak ada bakar sana bakar sini ya fine fine saja."
"Ini bakar sana bakar sini membahayakan, sehingga perlu ada upaya meredam hoax jangan berkembang."
"Provokasi provokasi jangan berkembang. Kita taulah pihak yang main mengembangkan hoax itu ya, teman- teman wartawan taulah siapa yang main,” jelas Kapolri.
Baca: Kontak Senjata di Papua: 1 Anggota TNI Dilaporkan Tewas, 2 Polisi Terluka
Baca: Terjadi Baku Tembak di Papua, 1 Anggota TNI Dikabarkan Tewas
Baca: Jawab Polisi Soal Gubernur Papua Lukas Enembe Ditolak Masuk Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya
Terkait wacana dialog, kata Kapolri, selama dalam kerangka NKRI hal itu baik.
“Misalnya seperti penataan sumber daya alam, bagaimana meningkatkan ekonomi masyarakat Papua, punya ide ide gagasan baru, terobosan-terobosan baru, kenapa tidak, saya melihat bahwa presiden sangat respek untuk membangun Papua."
"Tapi kalau demonya keluar dari NKRI, saya kira entar dulu. Kemarin-kemarin bisa dialog dengan GAM karena sebelum-sebelumnya ada loby loby sehingga formalnya sudah jadi,” pungkas Kapolri.
(Tribunnews.com/Sinatrya/TribunTimur/Kompas.com)