Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tua-tua Adat masyarakat Kabupaten Fakfak, Papua Barat menyatakan keprihatinannya atas peristiwa anarkis yang terjadi pada 21 Agustus 2019.
Peristiwa di Fakfak, mengakibatkan lumpuhnya roda perekonomian, karena terbakarnya pasar, sehingga masyarakat sendiri yang merasakan kerugian tersebut.
Baca: Tokoh Papua Minta Polisi Bijak Tangani Terduga Pelaku Pengibar Bendera Bintang Kejora di Istana
Hal ini disampaikan oleh Tua Tua Adat Fakfak, Pilipus Kabes, Jubair Hobrow, dan Didimus Temongmere, dengan menggunakan bahasa daerah (bahasa IHA), saat berlangsungnya acara Pertemuan Adat, dalam rangka penguatan kebersamaan dan persaudaraan dalam budaya 'Satu Tungku, Tiga Batu' Kabupaten Fakfak.
Pertemuan Adat tersebut berlangsung pada Sabtu (31/8/2019) di Gedung Winder Tuare, Kelurahan Fakfak Utara, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat.
"Mari kita membangun kembali dan merajut kembali persaudaraan," ujar salah satu Tokoh/Tua Adat, Jubair Hobrow.
Usai mendengarkan pesan-pesan dari Tua Tua Adat, dilanjutkan dengan acara 'Kopi Keh Nggara Ro' (minum kopi).
Saat memberikan sambutannya, usai acara 'Kopi Keh Nggara Ro', Dandim 1803/Fakfak Letkol Inf Yatiman menyampaikan tujuan diselenggarakannya acara Pertemuan Adat tersebut adalah untuk menyikapi terjadinya aksi demo yang berujung anarkis atau rusuh agar tidak terulang kembali.
Sekaligus sebagai sarana untuk duduk bersama dengan para tokoh di masyarakat Fakfak.
"Kita ingin mengajak berbagai tokoh yang ada di Kabupaten Fakfak untuk bersama-sama duduk bicara, untuk stop kekerasan, dan membangun kembali fasilitas umum yang telah dirusak massa," ucap Yatiman.
Lebih lanjut, Yatiman mengajak para Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan, dan Tua Tua Adat, serta segenap warga masyarakat Kabupaten Fakfak untuk menjaga kerukunan antar umat beragama dan menjunjung tinggi persaudaraan, serta menguatkan persatuan dan kesatuan, sebagai bagian dari anak bangsa di NKRI.
"Mari bersama-sama kita menjunjung tinggi persaudaraan, toleransi antar umat beragama, dan bekerja sama serta bergotong royong dalam membangun dan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan warga masyarakat Kabupaten Fakfak," katanya.
"Marilah kita saling melindungi diri terhadap propaganda dan hasutan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang telah mengakibatkan dampak negatif dan kerugian yang sangat besar bagi kehidupan sosial masyarakat," sambungnya.
Baca: Dialog Antara Pemerintah dan Tokoh Papua, Wiranto: Kesepakatan Tidak Bicara Referendum
Acara ditutup dengan doa bersama, dari perwakilan tiga agama, yakni dari agama Islam oleh H. Karas Namudat, dari Kristen Protestan oleh Pendeta Christina Bahba, dan dari Kristen Katholik oleh Pastor John Talla.
Kemudian dilanjutkan dengan Tradisi Adat Mihin Ko Wanang dan penyembelihan Hewan Kurban, foto bersama dan saling berjabat tangan.