TRIBUNNEWS.COM - Ruwatan massal gratis itu rutin diadakan Pemkot Blitar dua tahun sekali tiap bulan Suro.
Acara itu disambut antusias masyarakat. Sebanyak 190 orang mengikuti ruwatan massal gratis di halaman Istana Gebang, Kota Blitar, Minggu (1/9/2019).
"Ruwatan massal rutin diadakan dua tahun sekali di tahun ganjil tiap Suro. Kami pilih dilaksanakan di Istana Gebang, karena tempat ini juga sakral," kata Ketua Dewan Kesenian Kota Blitar Andrias Edison, selaku panitia ruwatan massal.
Baca: Pegal-pegal, Vanessa Angel Minta Seorang Pria Memijatnya dengan Suara Manja dan Mendesah
Baca: Batal Laporkan Yan Wijaya ke Polisi, Aura Kasih: Kasihan Sudah Uzur, Seumuran Eyang Gua Itu
Baca: Rilis Singel Anyar, Widi Nugroho Penginnya Terakhir Kali Bikin Lagu Baper-baperan
Prosesi ruwatan massal itu diawali dengan pagelaran wayang kulit.
Dalang wayang kulit juga khusus untuk ruwatan yang biasa disebut dengan dalang sejati. Dalang sejatinya, Ki Sunarto dengan lakon Purwokolo.
"Maksud dari lakon wayang kulit itu menghilangkan sengkala atau kesialan," ujarnya.
Pertunjukan wayang kulit dalam acara ruwatan itu sebagai pitutur.
Orang Jawa biasa memberikan pitutur atau nasihat lewat simbol-simbol, salah satunya dalam pertunjukan wayang kulit.
Pitutur yang disampaikan dalang sejati lewat pertunjukan wayang itu untuk para peserta ruwatan.
Dalang menyampaikan nasihat sesuatu hal yang dapat mendatangkan sengkala dan sukerto.
Sengkala merupakan bentuk kesialan hidup akibat perilaku sendiri. Sedangkan sukerto merupakan bentuk kesialan hidup yang dibawa sejak lahir.
Misalnya, anak tunggal atau ontang-anting, anak dua laki-laki dan perempuan atau wanda wandi, dan anak lima laki semua atau pandawa.
"Sesuai tradisi Jawa, anak yang memiliki sukerto harus diruwat," katanya.
Usai pertunjukan wayang, dilakukan pemotongan rambut untuk para peserta ruwatan. Potongan rambut itu harus dilarung di sungai atau laut. Setelah pemotongan rambut dilanjutkan dengan siraman.