TRIBUNNEWS.COM, BANYUWANGI - Putusan hukum terhadap Heri Budiawan alias Budi Pego menuai pertanyaan di kalangan masyarakat.
Pasalnya, perkara pidana tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) menyusul terbitnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
Namun, setelah hampir satu tahun, pihak kejaksaan tidak kunjung melakukan eksekusi terhadap terdakwa.
”Jika pemanggilan terhadap terpidana (Budi Pego) tidak diindahkan, maka sesuai kewenangannya, jaksa bisa melakukan upaya paksa,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Dr. Aries Harianto, Selasa (3/9).
Sejauh ini, menurut catatan, setidaknya sudah dua kali Kejaksaan Negeri Banyuwangi mengirimkan pemanggilan untuk eksekusi.
Namun, Budi Pego menolak dieksekusi.
Aries menambahkan, dalam sistem hukum dikenal asas Res Judicata Pro Veritate Habetur.
Artinya, setiap putusan pengadilan adalah sah atau harus dianggap benar, kecuali dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi.
Aries menegaskan masih terbuka ruang bagi terpidana untuk mendapatkan keadilan melalui upaya hukum peninjauan kembali (PK).
Upaya tersebut bisa dilakukan sejak putusan pengadilan dibacakan.
”Dengan kalimat lain, sejak pembacaan putusan, yang bersangkutan boleh mengajukan PK dan dibatasi cuma satu kali,” lanjutnya.
Putusan menjadi belum final dan belum berkekuatan hukum tetap manakala terpidana mengajukan PK.
”Namun demikian, selama PK diajukan, tidak serta merta putusan kasasi itu harus di-pending atau ditunda menunggu hasil PK. Logika hukumnya, sepanjang PK diajukan, terpidana tetap menjalani hukuman sesuai putusan MA hingga putusan PK diketahui hasilnya,” ungkap Aries.
Budi Pego, seperti diketahui, adalah penolak tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi.