News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Siswa SMK Hilang 9 Tahun: Diiming-imingi Uang Rp 4 Juta hingga Wajib Punya KTP di Umur 16 Tahun

Penulis: Bunga Pradipta Pertiwi
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi- Curhatan orang tua siswa SMK di Bantul yang hilang sejak 9 tahun: heran, ada syarat anak diwajibkan punya KTP padahal belum umur 17.

Curhatan orang tua siswa SMK di Bantul yang hilang sejak 9 tahun: heran, ada syarat anak diwajibkan punya KTP padahal belum umur 17.

TRIBUNNEWS.COM- Sembilan tahun silam, sekitar 20-an siswa di SMKN 1 Sanden, Bantul, Yogyakarta, berangkat Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Pelabuhan Benoa, Bali.

Dari puluhan siswa yang berangkat, ada 3 orang siswa yang sampai sekarang tidak diketahui nasibnya.

Hal ini di karenakan kapal yang ditumpanginya hilang.

Baca: Kronologi 3 Siswa SMK Bantul Hilang 9 Tahun saat Magang, Dijual Calo Kapal, Nasibnya Kini Tak Jelas

Lucia Martini menunjukkan sertifikat milik anaknya, Ignatius Leyola Andinta Denny Murdani. Denny hilang kontak saat mengikuti PKL di Bali 9 tahun lalu. Denny merupakan siswa SMK N 1 Sanden, Bantul, Rabu (4/9/2019) (Kompas.com/Markus Yuwono)

Ketiga anak itu adalah Agiel Ramadhan Putra, Ignatius Leyola Andrinta Denny Murdani, dan Ginanjar Nugraha Atmaji.

Berbagai upaya telah dilakukan orangtua mereka untuk mencari keberadaan anak-anaknya.

Tak terkecuali Riswanto Hadiyasa, orang tua Agiel Ramadhan Putra.

Riswanto mengetahui, Agiel dan ketiga temannya ditawarkan oleh calo untuk bekerja di sebuah perusahaan kapal.

Anak-anak yang berangkat magang ke Bali juga dijanjikan mendapatkan uang Rp 4 juta sampai Rp 8 juta.

Namun pihak sekolah juga meminta uang Rp 2.250.000 untuk keperluan biaya keberangakatan siswa ke Bali.

Riswanto juga bercerita, anaknya, yang kala itu masih berusia 16 tahun diwajibkan untuk mengurus KTP sebelum berangkat pada 31 Desember 2009.

Karena sudah percaya kepada pihak sekolah, Riswan dan orangtua lainnya merelakan anak-anaknya PKL di Tanjung Benoa, Bali.

Baca: Mahasiswa UIN Raden Fatah Meninggal saat Diksar Menwa, Begini Penjelasan Pihak Kampus

Baca: Kronologi Guru SD di Gowa Dikeroyok Orang Tua Murid saat Mengajar, Perkelahian 2 Siswa Jadi Pemicu

Joko Priyono Orang tua Ginanjar Nugraha Atmaji siswa SMK N 1 Sanden, Bantul, yang Hilang Kontak Sampai saat ini ditemui di rumahnya Rabu (4/9/2019) (Kompas.com/Markus Yuwono)

Betapa terpukulnya Riswanto saat mendapatkan kabar Agiel Ramadhan Putra hilang pada 2010, setelah beberapa bulan mengikuti PKL.

Pada 2 Maret 2010, Riswanto menerima surat, kapal KM Jimmy Wijaya tempat Agil bekerja mengalami hilang kontak per 6 Februari 2010 pukul 04.00 WIT.

Dalam surat tersebut tertulis dari PT Sentra Buana Utama.

"Saya percaya itu PKL, dapat surat ditujukan kepada saya orangtua, dalam surat itu lost contact."

"Di situ saya kaget, kok di sini dapat dari PT, setahu saya anak lagi PKL," katanya saat dihubungi, Selasa (3/9/2019).

Waktu itu, Riswanto menelepon perusahaan pemberi surat menanyakan soal PKL.

Kenyataannya, Agiel dan teman-temannya disalurkan calo untuk bekerja di kapal.

Pihak perusahaan pun memberitahukan, masih mencari kapal tersebut.

Riswanto akhirnya mendatangi sekolah tanpa terlebih dahulu memberitahukan tentang kejadian hilangnya kapal yang ditumpangi anaknya.

Ketika ditanya soal PKL, kepala sekolah bilang baik-baik saja.

"Waktu itu dijawab baik-baik saja. Saya tanya kerja di mana anak saya, dan dijawab baik-baik saja."

"Surat (dari perusahaan) saya banting di meja, begitu baca gemeter," ucap Riswanto.

Ilustrasi Calo (The New Times | Rwanda)

Saat itu, Riswanto menanyakan mengenai PKL yang ternyata dipekerjakan oleh perusahaan.

Akhirnya ia berangkat ke Bali untuk mendapatkan kejelasan mengenai nasib anaknya.

Awal pencarian, ia sempat mengalami kesulitan sampai akhirnya bisa bertemu dengan perusahaan.

Riswanto mendapatkan bukti kontrak kerja, dan pihak perusahaan mendapatkan tenaga kerja dari calo ke calo.

Perusahaan menerima mereka bekerja karena memiliki KTP yang diketahui bodong alias palsu.

"Dalam kontrak kerja itu 6 bulan, ternyata anak saya sudah teken (tanda tangan). Intinya anak saya tidak mengetahui," ucap Riswanto.

Setelah mendapatkan bukti-bukti kuat soal penipuan, Riswanto pun melaporkan ke pihak kepolisian.

Namun hingga hampir 1 tahun, kasus tersebut tidak jelas ujungnya.

Riswanto pun mendatangi Kementerian Hukum dan HAM, hingga menghubungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dibuatkanlah surat tembusan ke Polda Bali dan Polda DIY.

Sampai akhirnya masuk ke ranah persidangan dan anehnya kepala sekolah beserta guru divonis bebas.

Riswanto tak menyerah, ia terus berupaya mencari keadilan.

Ia bahkan telah meminta bantuan Presiden Joko Widodo, tapi tidak ada respons.

Akhirnya Riswanto pun mencoba mengontak Menteri Kelautan dan Perikanan yang nomornya didapat dari seseorang.

Hasilnya nihil, hingga kini juga masih tidak ada respons.

Baca: Aksi Galang Dana untuk Bantu Mahasiswa Kurang Mampu Dibubarkan Rektor UMI

Baca: Veronica Koman, Pembela Ahok yang Jadi Tersangka Kasus Rasisme Mahasiswa Papua

Tanggapan SMK N 1 Sanden

Kepala SMK N 1 Sanden, Slamet Raharjo mengatakan, ia menjabat kepala sekolah setelah kasus itu selesai pada tahun 2012 lalu.

Ia mengaku kurang begitu paham mengenai kasus tersebut, tetapi sepengetahuannya kasus tersebut sudah selesai dan sudah ada yang divonis bersalah.

"Itu sudah selesai di tingkat pengadilan. Ya, saat itu perusahaannya ada sanksi hukum, terus keluarga dari anak-anak sudah mendapatkan kompensasi, itu yang saya tahu," kata Slamet.

Menurut Slamet, kepala sekolah sebelumnya yaitu Akhmad Fuadi, sudah pindah ke SMK N 1 Pandak.

Upaya pencarian, sepengetahuan dirinya juga dilakukan mulai dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga Bakamla.

Namun memang para siswa SMK itu belum bisa ditemukan.

Kasus itu pun menjadi bahan evaluasi dan jangan sampai terulang.

Slamet mengaku tidak berkomunikasi lagi dengan keluarga korban.

Karena setelah menjabat kepala sekolah, urusan tersebut telah terselesaikan.

"Prosesnya sudah selesai, walaupun secara kemanusiaan terus memantau, hilang itu bisa ketemu."

"Sampai saat ini belum ketemu," ucapnya.

Disinggung apakah masih berkomunikasi dengan perusahaan di Benoa, Bali, Slamet mengaku tidak ada sejak dirinya menjabat.

Saat ini, anak-anak SMK N 1 Sanden melakukan PKL di Juwana, Jawa Tengah.

Pihaknya bekerja sama dengan sebuah perusahaan kapal ikan.

Sekarang itu, anak didiknya sebelum magang ke kapal ikan sudah dibekali standar keamanan internasional.

Setelah lulus baru bisa mengikuti praktik laut.

"Itu saya tidak paham (soal calo). Belajar dari itu saya berhati-hati MoU dengan perusahaan yang kapalnya jelas."

"Setiap anak mau berangkat, kapalnya apa, perusahaannya apa, jelas tidak boleh pindah-pindah."

"Perusahaan kapal kita yang utama satu tapi satu itu punya banyak kapal."

"Dia kebetulan lulusan STP, pelaut juga, ia punya 16 kapal PT Putra Riau (namanya)," ucap Slamet.

Baca: Mahasiswa UIN Raden Fatah Meninggal saat Diksar Menwa, Begini Penjelasan Pihak Kampus

Baca: Curhat Pilu Ibu Siswa SMK Hilang saat Magang 9 Tahun Lalu, Kenang Telepon Terakhir Anak Minta Pulsa

Baca: Kisah 3 Siswa SMK Hilang 9 Tahun saat Magang: Dijual Calo Hingga Sempat Hubungi Presiden

(Tribunnews.com/Bunga) (Kompas.com/Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini