TRIBUNNEWS.COM, ACEH UTARA - Jenazah Tun Sri Muhammad Azrul Mukminin Al Kahar alias Abu Razak, Jumat (20/9/2019) malam dibawa pulang ke Desa Blang Ara, Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara.
Jenazah Abu Razak dijemput oleh pihak keluarga di RSUD Tgk Chik Ditiro, Sigli, Pidie, kemudian dibawa pulang menggunakan ambulans.
Jenazah Abu Razak tiba di Blang Ara sekitar pukul 20.00 WIB dan kemudian dikebumikan di area pemakaman keluarganya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Abu Razak, pimpinan KKB tewas bersama tiga anggotanya dalam kontak tembak dengan polisi di jembatan Keude Tringgadeng, Pidie Jaya, Kamis (19/9/2019) sore.
Ayah dua anak ini ketika kecil berdomisili di Blang Ara.
Namun, ketika beranjak dewasa ia pindah ke Bintang Hue, Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, lalu menikah dengan gadis asal Bireuen.
"Dia (Abu Razak) dikebumikan di sini (Blang Ara) sesuai dengan permintaannya dulu. Sebab, orang tuanya juga dimakamkan di sini," ujar Darman, kerabat Abu Razak, kepada Serambi, Sabtu (21/9/2019).
Baca: Kembali Dipanggil Presiden Joko Widodo, Adian Napitupulu Justru Minta Ampun Soal Jabatan Menteri
Baca: Gempa Bumi Berkekuatan Magnitudo 6,4, Minggu (22/9/2019) Guncang Maluku, Ini Penjelasan BMKG
Keuchik Blang Ara, Muhammad Usman, kepada Serambi menyebutkan, prosesi pemakaman Abu Razak selesai sekitar pukul 22.00 WIB.
Sang keuchik juga mengaku mengenal Abu Razak ketika kecil, karena selama ini ia tidak pernah tinggal di desa tersebut.
Menurutnya, Abu Razak kecil termasuk anak yang cerdas.
Baca: Muhammadiyah dan Ormas Islam Minta Pengesahan RUU Pesantren Ditunda, Ini Alasannya
"Ketika kecil, dia termasuk anak yang kreatif dan cerdas. Ia pernah merakit sepeda dari kayu. Padahal jarang sekali anak seusianya ketika itu yang bisa merakit sepeda dari kayu," ujar keuchik.
Informasi yang diperoleh Serambi dari kalangan eks GAM menyebutkan, ketika konflik Abu Razak juga pernah merakit senjata menggunakan mesin bubut.
"Awalnya, dia kuliah di Pulau Jawa. Setelah pulang karena konflik, dia tidak balik lagi dan kemudian bergabung dengan GAM karena bisa merakit senjata," kenang seorang mantan GAM di Aceh Utara yang tak mau dituliskan namanya.