Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Siti Nawiroh
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Malangnya nasib Fanly.
Siswa SMP Kristen 46 Mapanget Barat yang meregang nyawa saat mendapatkan hukuman lari oleh gurunya.
Hukuman itu didapatkan karena ia terlambat masuk sekolah, Selasa (1/10/2019) pagi.
Seorang oknum guru memberikannya sanksi berlari memutari lapangan sekolah.
Namun belum selesai hukumannya ia dijalani, Fanly Lahingide ambruk dan tak sadarkan diri.
Baca: Kronologis Sopir Pribadi Selingkuh dengan Istri Majikan di Kelapa Gading, Lalu Sekongkol Bunuh Suami
Ia langsung dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan pertolongan, namun takdir berkata lain, ia meninggal di hari pertama bulan oktober ini.
Sang ibu, Julian Mandiangan mengaku sangat terpukul dengan kabar kematian anaknya.
Julian bercerita saat pagi berangkat sekolah, keadaan anaknya baik-baik saja tanpa adanya sakit.
Namun darah dagingnya itu harus kembali ke rumah dalam keadaan tak bernyawa.
"Anak saya pergi ke sekolah dengan keadaan sehat-sehat dan kembali sudah terbujur kaku," kata Julian saat diwawancara Kompas.com di rumah duka kompleks Perumahan Tamara, Kecamatan Mapanget Barat, Manado, Rabu (2/10/2019) pukul 13.22 Wita.
Julian mengatakan, menurutnya hukuman yang diberikan kepada sang anak sudah kelewatan.
Baca: 7 Fakta di Balik Siswa SMP Tewas Usai Dihukum Lari di Sekolah, Ingin Istirahat Tak Digubris Guru
Pihak keluarga tak menerima kejadian tersebut dan sudah melaporkan ke pihak berwajib.
Menurut pengakuan Julian, kakak Fanly pernah mendapatkan perlakuan serupa dari guru tersebut.
"Kami tidak menerima ini. Apalagi guru yang menghukum anak saya Fanly, pernah juga menghukum anak saya yang tua (Yulita) dengan mencubit sampai biru," ujarnya.
Sang ibu mengenang sosok Fanly, sang anak yang pendiam dan rajin ke sekolah.
Setiap pagi, suaminya yang mengantar sang anak pergi menuntut ilmu.
"Anak saya itu pendiam dan rajin ke sekolah. Ke sekolah ayahnya yang selalu antar. Dia juga tidak ada sakit," cerita Julian dengan mata berkaca-kaca.
Fanly adalah lulusan SD GMIM Kima Atas, Kecamatan Mapanget, Kota Manado.
Bocah 14 tahun ini lahir dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana.
Sang ayah berprofesi sebagai petani, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.
Julian menceritakan saat dirinya mendengar kabar sang anak masuk rumah sakit.
Ia mengaku syok dan meminta pihak RS AURI memberikan pertolongan yang semaksimal mungkin kepada Fanly.
Namun kondisi Fanly yang sudah sangat kritis membuatnya harus dirujuk ke RS Kadou.
Tiba di rumah sakit, nyawa anak laki-laki Julian itu tak bisa diselamatkan.
Julian berharap kejadian ini tak terjadi lagi di sekolah lain dan meminta Dinas Pendidikan untuk lebih memberikan perhatian.
"Cukup anak saya yang mengalami kejadian seperti ini. Kepolisian agar mengusut tuntas kasus ini, agar pelaku bisa dihukum sesuai aturan," katanya.
Kata Kepala Sekolah SMP Kristen 46 Mapanget Barat
Mengetahui muridnya ada yang meninggal dunia karena kejadian tersebut, kepala sekolah SMP Kristen 46 Mapanget Barat, Selmi Ramber memberikan pernyataannya.
Kepada TribunManado.co.id, ia mengatakan memang ada sanksi bagi setiap siswa yang terlambat masuk sekolah.
"Setiap siswa ketika terlambat ada sanksi. Jadi pada pagi tadi Fanly terlambat ke sekolah, dan diberi sanksi oleh oknum guru," ujar Kepala Sekolah, Selasa (1/10/2019) saat ditemui di RSUP Kandou Manado.
• Sepatu Mewah Istri Baim Wong Rusak di Kereta, Nenek Iroh Suruh Ini Sampai Buat Paula Verhoeven Kaget
Menurutnya, tak hanya Fanly yang berlari dan mendapat hukuman dari oknum guru, namun ada beberapa temannya yang lain.
"Bukan hanya Fanly sendiri yang diberi sanksi, ada beberapa siswa lain juga yang diberi sanksi oleh oknum guru karena terlambat datang ke sekolah," jelas Ramber.
Fakta baru terungkap, korban tak hanya diberi sanksi hukuman lari
Kapolresta Manado Kombes Benny Bawensel, mengungkapkan fakta lain dibalik kematian remaja itu.
TONTON JUGA
Benny Bawensel mengatakan Fanly Lahingide tak cuma dihukum lari 20 putaran oleh sang guru.
Hal tersebut dipaparkan oleh Benny Bawensel saat menjadi narasumber di Sapa Indonesia, Kompas TV, pada Rabu (2/10/2019).
Mulanya Benny Bawensel membeberkan terkait perkembangan kasus tersebut.
Ia mengaku pihal kepolisian sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Dari olah TKP terungkap Fanly Lahingide dan tujuh siswa yang turut dihukum guru hanya menempuh jarak sekitar 68 meter saja.
"Dan kami melihat jarak yang ditempuh para siswa itu cuma 68 meter," ucap Benny Bawensel.
• Nagita Slavina Spontan Sebut 2 Kata Ini Saat Lihat Ayu Ting Ting, Raffi Ahmad Semringah: Cemburu Ya
TONTON JUGA
Benny Bawensel menjelaskan saat ini pihaknya telah memeriksa tujuh orang siswa yang ikut dihukum bersama Fanly Lahingide sebagai saksi.
Sementara jenazah Fanly Lahingide, kini tengah di visum di Rumah Sakit Bhayangkara.
"Kemudian ada tujuh orang saksi yang sedang kita lakukan pemeriksaan," kata Benny Bawensel.
"Dan untuk korban telah kita lakukan visum di Rumah Sakit Bayangkara,"
"Namun untuk hasil autopsi kita masih menunggu dalam beberapa hari ke depan," tambahnya.
• Sebut Kepercayaan Rakyat ke Jokowi Turun Akibat Gibran & Bobby Nyalon, Sudjiwo Tedjo Bocorkan Solusi
Benny Bawensel kemudian membeberkan kronologi tewasnya Fanly Lahingide.
Ia mengatakan sebelum disuruh berlari 20 putaran, Fanly Lahingide dan ketujuh siswa lainnya dihukum untuk berdiri di bawah terik matahari selama 15 menit.
"Jadi keterangan para saksi, bahwa ada tujuh orang siswa yang pada saat itu masuk terlambat," ujar Benny Bawensel.
"Kemudian oleh guru piket diberikan hukuman dijemur di bawa terik matahari kurang lebih 15 menit,"
"Kemudian dilanjutkan lari keliling lapangan sebanyak 20 keliling," tambahnya.
• Emosional Bahas Perppu KPK, Sudjiwo Tedjo Tegas: Cuma dengan Itu Kepercayaan Rakyat ke Jokowi Balik!
Kapolresta Manado itu menjelaskan pihak sekolah sudah dimintai keterangan.
Namun guru piket yang mengukum Fanly Lahingide saat ini tengah dirawat di rumah sakit, sehingga belum dapat diperiksa.
"Untuk pihak sekolah sudah dimintai keterangan," ujar Benny Bawensel.
"Tapi kalau guru piket saat ini belum bisa, karena masih dirawat," tambahnya.
• Mulan Jameela Dilantik, Begini Beda Reaksi Ahmad Dhani dan Dul Jaelani Putra Maia Estianty
Saat ditanya apakah Fanly Lahingide meninggal karena kelelahan, Benny Bawensel enggan menjawab.
Ia menjelaskan dari 20 putaran yang diperintahkan sang guru, Fanly Lahingide baru berlari sebanyak empat putaran.
"Kita belum melihat itu, karena dari 20 putaran baru memasuki putaran ke empat," ucap Benny Bawensel.
"Kemudian siswa tersebut jatuh tersungkur," tambahnya.
Pantauan TribunJakarta.com, saat jenazah Fanly Lahingide tiba di rumah duka, keluarga remaja itu menangis histeris.
Keluarga meraung-raung disamping peti jenazah Fanly Lahingide tak dapat menerima kenyataan.