Tribun: Apa yang paling menegangkan saat evakuasi?
Asnawi Suroso: Mereka melihat api saat turun, kemudian naik karena terjebak kebakaran. Saat api mulai padam, mereka turun.
Para WNA itu menginjak bara api dan mengalami luka bakar tingkat 1. Panas tapi tidak terasa, tidak parah. Hanya saat mandi terasa perih.
Kemudian bertemu tim SRU 1 dan SRU 2 di Camp 4 sekira pukul 03.00 dini hari. Mereka senang, kami support logistik makanan siap saji. Luka bakar dan lecet diobati dibersihkan menggunakan antibiotik.
Baca: Kronologi Lengkap Meninggalnya Bayi Kembar Irish Bella & Ammar Zoni, Sempat Bolak-balik ke RS
Tribun: Bagaimana kondisi para WNA itu saat terjebak kebakaran?
Asnawi Suroso: Trauma, terutama pendaki yang perempuan. Selama kami bawa turun dari Camp 2 ke Camp 1 masih kelihatan trauma. Secara psikologis terlihat.
Guide dan porter yang menenangkan mereka. Memotivasi dan mengambil keputusan yang tepat di tengah situasi sulit.
Mereka melihat sendiri api yang membakar hutan. Alhamdulilah planning mereka tepat, yaitu turun pada Sabtu (5/10/2019). Logistik mereka tercukupi.
Tribun: Seperti apa medan pendakian melalui jalur Kalibaru itu?
Asnawi Suroso: Jalur Kalibaru itu memang untuk pendaki gunung minat khusus. Dibutuhkan skill lebih.
Sebagai contoh, jalur Kalibaru menuju puncak Gunung Raung itu melewati medan terjal. Harus punya skill khusus untuk memasang tali pengaman.
Sesuai standart operational procedure (SOP), pendaki harus didamping guide dan porter yang sudah pengalaman. Karena di Puncak Sejati harus menggunakan alat mountainerring (mendaki gunung).
Baca: Hanya dengan Jamu, Dewi Hartati Punya 8 Anak di Usia Muda, Kini Jadi Bisnis Raih Omzet Puluhan Juta
Karena kekhususan itu siapapun pendaki harus siap menghadapi kondisi Gunung Raung. Ada atau tidak ada kebakaran, SOP-nya seperti itu. Kesimpulannya, 13 orang pendaki itu memang siap.
Tribun: Evakuasi pendaki saat kebakaran apakah lebih susah dibanding evakuasi lainnya?