TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Majelis Hakim menghukum terdakwa Eddy Sanjaya (66) terdakwa kasus salah kirim rekening Rp 2,8 Miliar dengan hukuman denda Rp 4 miliar di Pengadilan Negeri Medan, Senin (28/10/2019).
Selain hukuman denda, terdakwa juga dihukum Majelis Hakim membayarkan kerugian pihak PT. Bank BNI Tbk Cabang Medan sebesar Rp 2.880.574.000.
Terdakwa terbukti melanggar pasal Pasal 85 Jo Pasal 87 jo Pasal 88 UU RI NO 3 Tahun 2011 tentang Transfer dana Jo Pasal 97 UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
"Dengan ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya.
Dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya.
Menjatuhkan pidana pokok denda Rp 4 miliar dengan kewajiban mengembalikan uang yang belum dikembalikan sebesar Rp 2,8 miliar beserta jasa bunga dan kompensasi sebesar 6 persen per tahun sejak 2013," tutur Ketua Majelis Richard Silalahi.
Baca: Pernah Jadi TKI Lalu Merantau ke Papua Kerja Ngojek, Rizal Tewas Ditembak Kelompok Bersenjata
Hakim juga menjelaskan dalam amar putusannya apabila terdakwa tidak membayarkan seluruh denda maka harta benda selama 2 bulan maka harta benda terdakwa akan dilelang untuk membayarkan seluruh denda.
Baca: Pelamar CPNS 2019 Wajib Unggah 5 Dokumen Penting Ini ke Situs SSCASN, Apa Saja?
Bagi Majelis Hakim hal yang memberatkan terdakwa Eddy karena telah merugikan pihak Bank BNI 46 karena tidak melakukan pengembalian.
"Hal yang meringankan belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya," cetus Hakim Richard.
Baca: Mengenal Lebih Dekat Konsep Global Support di MPV 7-Seater Wuling Cortez
Saat dibacakan, terdakwa yang berasal dari Jalan Kol Soegiono No 12-D RT/RW 001/005 Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun ini tampak menutup matanya dan terlihat termenung.
Saat dikonfirmasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosinta menjelaskan bahwa terdakwa tidak dapat dikenakan pidana penjara karena yang dikenakan pasal 85 ayat 2 tentang koorporasi.
Baca: Amien Rais Siap Menjewer Kabinet Jokowi Jika Tidak Berbuat Apa-apa, Begini Reaksi Mahfud MD.
"Jadi awalnya Polda menerbitkan pasal yang menjerat terdakwa namun di prapidakan dan terdakwa menang. Jadi kepolisian buat penyidikan baru yang mengenakan koorporasi.
Baca: Usai Upacara Sumpah Pemuda, Pegawai Kemenkes Serbu Menteri Terawan dan Mengajaknya Selfie
Sehingga dalam pasal itu tidak ada pidana penjara hanya denda," jelas Jaksa Rosinta.
Dalam dakwaan, terdakwa PT Darma Utama Mestrasco (yang diwakili oleh Direktur Utama Eddy Sanjaya) ditangkap pada 12 Juli 2013 sekitar pukul 09 WIB bertempat di Jalan Kol Soegiono No 12-D RT/RW 001/005 Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun.
Awalnya terdakwa Eddy selaku Dirut PT. Dharma Utama Metrasco merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak dibidang jasa pemasaran/penjualan tiket penerbangan domestic/Internasional, jasa tour pariwisata, hotel booking dan lainnya.
Baca: Lengser dari Kursi Menteri, Jonan Curhat Akan Bikin Kolaborasi Ini dengan Susi Pudjiastuti
Lalu pada tanggal 12 Juli 2013 sekitar pukul 09.00 WIB saksi Raja Penawar Sembiring yang bertugas dan melayani sebagai teller di PT. Bank BNI tbk Cabang Medan tepatnya yang berada di Jalan Pemuda No 12 Medan melakukan transaksi tunai, non tunai maupun kliring yang masuk.
Baca: Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas: Ada Menteri Not Right Man In The Right Job, Siapa Saja Mereka?
"Dimana saat itu saksi Raja Penawar menerima 2 berkas bilyet giro yang harus dilakukan setoran kliring yaitu setoran kliring ke rekening BNI milik terdakwa PT Darma Utama Metrasco dan kedua rekening BNI PT Supernova," jelas Jaksa.
Dimana pengiriman pertama, saksi Raja Penawar Sembiring melakukan pemindahan dana dari Bilyet giro terdakwa PT Darma Utama Metrasco sebanyak Rp 3.000.000
Dengan cara saksi Raja Penawar Sembiring membuka di komputer menu Transfer kliring, lalu saksi Raja menginput data yang memuat sumber dana, Tujuan transfer dana dan jumlah nominal, lalu saksi Raja menekan tombol klik : “OKE”. Dimana pada layar komputer permintaan otorisasi.
Setelah itu saksi Raja Penawar Sembiring meminta pada penyelia/supervisor saksi Mukti Wigati untuk melakukan otorisasi terkait penyetoran dana ke terdakwa PT Darma Utama Metrasco.
"Kemudian saksi Mukti Wigati memasukkan “NPP dan Pasword” yang menandakan bahwa proses transfer sudah sesuai dan secara otomatis dana berpindah sebesar Rp 3.000.000 ke rekening terdakwa PT Darma Utama Metrasco.
Selanjutnya saksi Raja Penawar memasukkan setoran kliring yang kedua dengan tujuan PT Supernova berupa 1 lembar warkat Bilyet Giro CIMB Niaga No AAR 332078 dengan nilai nominal sebesar Rp 3.610.574.000.
Dimaana prosesnya sama dengan yang pertama.
Namun saksi Raja Penawar Sembiring lalai dalam melakukan setoran kliring Bilyet giro CIMB Niaga No AAR 332078 sebesar Rp 3.610.574.000 dimana Saksi Raja Penawar Sembiring hanya menggantikan nilai nominal saja yakni sebesar Rp 3.610.574.000 tanpa melakukan pengecekan sumber dana dan tujuan transfer dana.
"Sehingga dana sebesar Rp 3.610.574.000 tersebut masuk ke rekening BNI no 145798344 atas nama terdakwa PT Darma Utama Metrasco dan yang seharusnya terbukukan ke rekening PT Supernova No 13733998 yang berada di Jakarta," jelas Jaksa.
Kemudian pada tanggal 14 Juli 2013 terdakwa PT Darma Utama Metrasco yang saat itu dipimpin oleh Dirut Eddy Sanjaya mengetahui dari saksi Beny Sanjaya selaku Direktur PT Darma Utama Metrasco ada dana masuk sebesar Rp 3.610.574.000 ke rekening giro PT BNI tbk atas nama nasabah terdakwa PT Darma Utama Metrasco No 145798344.
"Selanjutnya atas kesepakatan bersama pengurus PT Darma Utama Metrasco selaku Direktur Utama Eddy Sanjaya dan Direktur Benny Sanjaya kemudian menggunakan dana tersebut untuk keperluan operasional dari terdakwa PT Darma Utama Metrasco tanpa mengkonfirmasi terlebih dahulu asal usul masuknya dana tersebut," jelasnya.
Kemudian pada tanggal 26 Juli 2013 pihak PT BNI tbk Cab Jalan Pemuda Medan mendapat pemberitahuan dari pihak PT BNI tbk cabang Utama Jakarta kota, bahwa terjadi kesalahan/kelalaian sehingga dana sebesar Rp 3.610.574.000 belum ada sampai ke PT Supernova di Jakarta yang berasal dari rekanan bisnis PT Supernova yakni PT Indofood Corporation.
Kemudian segera pihak PT BNI tbk cabang Jalan Pemuda Medan pada tanggal 26 Juli 2013 sekitar pukul 14.00 WIB oleh saksi Raja Penawar Sembiring dan saksi Mukti Wigati bersama saksi Astuti Akbar melakukan konfirmasi ke terdakwa PT Darma Utama Metrasco dan menemui saksi Ayien sebagai kasir keuangan.
"Kemudian kasir membenarkan adanya masuk dana sebesar Rp 3.610.457.000 pada tanggal 12 juli 2013 ke PT Darma Utama Metrasco dan saksi kemudian mengkonfirmasi kepada pimpinan terdakwa PT Darma Utama Metrasco yang saat itu dipimpin oleh Direktur Utama Eddy Sanjaya," tuturnya.
Bahwa kemudian PT BNI tbk cabang Medan melakukan musyawarah ke terdakwa PT Darma Utama Metrasco untuk pengembalian dana tersebut yang dihadiri pimpinan PT Darma Utama Metrasco Edy Sanjaya selaku direktur Utama dan Benny Sanjaya selaku direktur.
"Lalu pada 2 Agustus 2013 atas persetujuan dari terdakwa PT Darma Utama Metrasco kepada PT BNI tbk untuk mendebet rekening terdakwa PT Darma Utama Metrasco sebesar Rp 730.000.000 sehingga sisa dana yang masih digunakan adalah sebesar Rp 2.880.574.000," jelas JPU Rosinta.
Namun kemudian setelah PT BNI Tbk melakukan pendebetan sebesar Rp. 730.000.000 dari rekening terdakwa PT Darma Utama Metrasco tersebut namun terdakwa PT Darma Utama Metrasco tidak juga ada melakukan pembayaran dana yang sudah terpakai.
Bahkan Pihak PT.BNI tbk telah melakukan somasi sampai tiga kali namun terdakwa PT Darma Utama Metrasco tidak mengembalikan kekurangan dana sebesar Rp 2.880.574.000 tersebut ke PT BNI tbk cab Medan bahkan telah digunakan terdakwa untuk keperluan daripada operasional PT Darma Utama Metrasco tersebut.
"Akibat dari perbuatan terdakwa PT Darma Utama Metrasco, saksi korban pihak PT BNI tbk merasa keberatan dan mengalami kerugian sebesar Rp 2.880.574.000," pungkas Rosinta.
(vic/tribunmedan.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Pegawai BNI 46 Salah Transfer Rp 3.6 Miliar, Nasabah Divonis Bersalah Denda Rp 4 Miliar,