TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Intelijen dan Keamanan Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta, menyebut aksi terorisme yang bersumber dari sel kecil sangat membahayakan.
Hal ini dikarenakan pergerakan mereka sulit terdeteksi.
Hal tersebut diungkapkan Stanis dalam program Mata Najwa bertema 'Bom Bunuh Diri: Kenapa Lagi', Rabu (13/11/2019) malam.
Dikutip dari YouTube Najwa Shihab, Stanis menyebut fenomena bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan merujuk pada kelompok ISIS.
"Ini fenomena yang dilakukan ISIS. Kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS, menganggap musuh mereka adalah polisi," ungkapnya.
Stanis juga menyebut perbedaan dengan kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.
"Jadi ini berbeda dengan kelompok sebelumnya yang berafiliasi dengan Al Qaeda yang menargetkan simbol-simbol Amerika," ujarnya.
Kejadian bom bunuh diri disebut sudah diprediksi pasca kematian Pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Bahdadi.
"Kenapa ini terjadi, sebenarnya sudah diprediksi. Pasca kematian Abu Bakr Al Baghdadi, ini pasti akan memicu aksi balas dendam," ujarnya.
Ia mengungkapkan aksi balas dendam juga mendasari motif diserangnya mantan Menko Polhukam Wiranto, beberapa saat lalu.
"Kita lihat kasus Pak Wiranto, dilakukan dua orang yang terdesak karena pimpinannya, Abu Zee tertangkap di Bekasi. Kemudian ia lari ke daerah Pandeglang, karena terdesak ia melakukan aksi ke Wiranto," ungkapnya.
Stanis menyebut jika pimpinan lokal saja balas dendam, apalagi jika pimpinan utama di Timur Tengah tewas.
"Bayangkan jika pemimpin utama mereka di Timur Tengah sana, Abu Bakr al-Baghdadi tewas, pasti melakukan aksi balas dendam," ucapnya.
Pelaku Tunggal Lebih Berbahaya
Stanis menyebut aksi teror bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan beraksi secara tunggal.
"Pelaku memang belum diidentifikasi apakah dia kelompok atau tunggal. Tapi kalau dilihat sepertinya tunggal," ujarnya.
Ia menyebut pelaku tunggal lebih bahaya dari pada aksi berkelompok.
"Justru yang berbahaya adalah pelaku-pelaku tunggal. Ia tidak terdeteksi. Merencanakan sendiri, melakukan sendiri," ujarnya.
Menurutnya, aksi terorisme berkelompok memiliki potensi terpantau lebih besar dibandingkan aksi tunggal.
"Berbeda dengan kelompok, membangun komunikasi melalaui aplikasi percakapan, itu bisa dipantau. Akhir-akhir ini pelaku yang sukses melakukan aksi adalah alone wolf, atau sel-sel kecil dalam keluarga," ucapnya.
Ia menyebut terjadi pergeseran dari kelompok besar menjadi sel yang lebih kecil.
"Ada perbedaan model yang dulu kelompok besar berubah menjadi keluarga. Sudah terjadi di Surabaya, Sibolga dan terakhir Pak Wiranto, mereka keluarga," ucapnya.
Mengenai motif lokal aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, ia menyebut kasus penyerangan Wiranto menjadi momentum.
"Ia melihat momentum penyerangan Pak Wiranto, namun dalam konteks ini kecenderungannya adalah balas dendam dari Abu Bakr al-Baghdadi," ujarnya.
Stanis juga menyebut ada seruan dari Timur Tengah untuk melakukan aksi dalam lingkup lokal.
"Ada seruan dari Timur Tengah pada awal tahun kemarin terdesak, ada perintah untuk melakukan aksi amaliyah di daerahnya masing-masing," jelasnya.
Waktu Favorit Aksi Teror
Stanis juga menyebut pelaku teror memiliki waktu favorit dalam melakukan aksi.
"Mereka punya momentum favorit seperti puasa, natal, tahun baru," ucapnya.
Sebelumnya, bom bunuh diri terjadi di Mapolrestabes Medan pada Rabu (13/11/2019) pagi.
Identitas terduga pelaku diketahui bernama Rabbial Muslim Nasution alias Dedek (24).
Diketahui, ia berstatus sebagai pelajar atau mahasiswa.
Saat melancarkan aksinya, ia mengenakan atribut ojek online.
Korban Luka
Selain menewaskan pelaku, bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan juga mengakibatkan enam orang terluka.
Empat orang merupakan aparat kepolisian, satu pegawai harian lepas, dan satu orang mahasiswa.
Berikut identitas enam korban dikutip dari Kompas.com :
- Kompol Abdul Mutolip, Kasi Propam Polrerabes Medan, mengalami luka tangan kanan robek.
- Kompol Sarponi, Kasubag Bin Ops Polrestabes Medan, mengalami luka robek pantat sebelah kanan.
- Aipda Deni Hamdani, bagian Propam Polrestabes Medan, mengalami luka-luka terkena serpihan bom.
- Bripka Juli Chandra, bagian Propam Polrestabes Medan, mengalami luka di telinga sebelah kanan yang mengakibatkan tidak bisa mendengar.
- Ricard Purba yang berstatus pekerja harian lepas (PHL) Bag Ops mengalami luka memar di wajah dan lengan.
- Ihsan Mulyadi Siregar, seorang mahasiswa beralamat di Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Sunggal, Medan, mengalami luka di pinggul sebelah kiri terkena serpihan.
Selain mengakibatkan enam anggota kepolisian terluka, bom di Mapolrestabes Medan juga menyebabkan empat kendaraan rusak.
Tiga di antaranya merupakan kendaraan dinas Polrestabes Medan dan satu lainnya kendaraan pribadi.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)