Daryono menjelaskan, gempa tektonik dapat meningkatkan stress - strain yang dapat memicu perubahan tekanan gas di kantong magma.
Stress-strain adalah hubungan antara tegangan dan regangan yang ditampilkan material tertentu dikenal sebagai kurva tegangan-regangan material tersebut.
Untuk setiap bahan dan ditemukan dengan mencatat jumlah deformasi pada interval yang berbeda dari berbagai pemuatan. Kurva ini mengungkapkan banyak sifat material
Peningkatkan stress - strain mengakibatkan terjadinya akumulasi gas yang memicu terjadinya erupsi.
Namun, perlu ada kajian empiris untuk membuktikan kaitan ini.
Baca : Gunung Merapi Luncurkan Awan Panas Guguran Selama 112 Detik
Pendapat Surono
Menurut Ahli Vulkanologi Surono, letusan Gunung Merapi disebabkan kantong magma yang mendekat ke permukaan.
“Aktivitasnya baru mulai terlihat tanggal 15, antara pukul 06.00 dan 24.00. Tiba-tiba ada lonjakan kegempaan di Merapi. Pertama tercatat 19 kali gempa, kemudian melonjak hingga 29 kali,” tuturnya.
Masih dilansir dari Kompas.com, kejadian ini disyukuri Mbah Rono, karena energi besar dari Gunung Merapi dilepaskan dan tidak dipendam.
Mbah Rono mengataka, letusan Minggu (17/11/2019), tidak sebesar letusan yang terjadi 2010.
“Letusannya sebanding dengan tahun 2017, tetapi tidak akan sebesar letusan tahun 2010. Sistemnya masih terbuka akibat letusan 2010 sehingga agak sulit bagi Merapi untuk menyimpan energi,” katanya.
Anggota Dewan Riset Nasional (DRN) Komisi Teknis (Komtek) Lingkungan dan Kebencanaan tersebut juga mengimbau masyarakat agar tidak panik.
Baca : Hari Ini dalam Sejarah, Mbah Maridjan Jadi Korban Letusan Gunung Merapi