News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Cerita Aipda Andrew, Polisi Berkaki Palsu Tetap Semangat Menjalankan Tugas, Simak Kisah Heroiknya

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aipda Andrew Maha Putra memasang kaos pada khaki palsunya saat beraktivitas di Polda Bali, Senin (18/11/2019). Aipda Andrew harus menggunakan kaki palsu setelah kaki kanannya diamputasi akibat ditembak kelompok teroris Santoso.

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR -- Saat bertugas di Satuan Brimob Polda Sulawesi Tengah (Sulteng), Aipda Andrew Maha Putra ditunjuk menjadi anggota Satgas Operasi Tinombala bergabung dengan TNI.

Tugasnya adalah menangkap kelompok teroris Santoso!

Menjadi seorang prajurit Bhayangkara yang siap ditugaskan ke mana saja adalah sebuah kewajiban.

Aipda Andrew pun harus siap dengan penugasan yang ia terima dari atasan demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Termasuk ketika pria asal Desa Banyuning, Singaraja, ini ditugaskan di Satuan Brimob Polda Sulteng.

Ia menjadi menjadi anggota Satgas Operasi Tinombala bersama anggota TNI untuk menangkap gembong teroris.

Baca: Polda Sulteng Lakukan Perombakan 8 Pejabat Utama, dari Kapolres Hingga Wakapolda

Baca: Polda Sulteng Bekuk Pencuri yang Tawarkan Barang Curian di Forum Jual Beli Facebook

Baca: Satgas Tinombala Sita Ransel Berisikan Bom Lontong dan Pisang Rebus dari Kelompok Ali Kalora

Menjadi anggota Satgas pengamanan bukanlah tugas yang ringan.

Ia pun menjadi korban penembakan oleh kelompok Santoso di perbukitan wilayah Salogose, Sausu, Sulteng, pada 31 Desember 2018.

Akibat tembakan tersebut, Aipda Andrew yang saat ini bertugas di Poliklinik Biddokkes Polda Bali harus kehilangan kaki kanannya setelah diamputasi.

Ia pun kini harus dibantu kaki palsu.

Saat ditemui, Senin (18/11), Aipda Andrew menceritakan pengalaman hidupnya sejak menjadi anggota Polri.

Suami Ni Luh Maharini ini adalah anggota Brimob lulusan Diktukba Polri Gelombang I tahun 2005.

Usai mengikuti pendidikan di Watukosek Jawa Timur, ia bertugas di Resimen Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Kemudian pada April 2006, Aipda Andrew pindah tugas menjadi anggota organik Sat Brimob Polda Sulteng dan ikut Operasi Tinombala.

“Saat tugas di Intelmob Satgas Operasi Tinombala, punggung dan kaki saya kena tembak,” kata Aipda Andrew di Polda Bali, Senin kemarin.

Peristiwa penembakan itu berawal dari informasi masyarakat yang melaporkan adanya penemuan kepala manusia tanpa badan pada Minggu, 30 Desember 2018 sekitar pukul 14.00 Wita.

Informasi tersebut kemudian dilaporkan ke Kasat Brimob Polda Sulteng, Kombes Pol. Susnadi.

“Saat itu Kasat Brimob memerintahkan kepada kami untuk memastikan kebenaran informasi tersebut,” imbuh anak pertama dari pasangan Alm. Kompol (Purn) I Gede Ngurah Sugandhi dan Mince Lembang ini.

Sesuai perintah Kasat Brimob, sekitar pukul 19.30 Wita, satu regu berjumlah 10 orang berangkat naik ke perbukitan mengecek lokasi penemuan kepala dan melakukan penyisiran untuk mencari badan orang tersebut.

Pencarian yang dilakukan sampai larut malam akhirnya membuahkan hasil.

Badan korban ditemukan di pinggir sungai tidak jauh dari lokasi penemuan kepala.

Selanjutnya pada Senin 31 Desember 2018 sekira pukul 07.00 Wita, tim turun kembali membawa mayat korban dengan menggunakan kendaraan.

Saat kembali, Aipda Andrew selaku Komandan Regu (Danru) ditemani Bripda Baso berangkat lebih awal mengecek situasi mengendarai sepeda motor.

“Saat mengecek situasi itu, ditemukan ada kayu melintang di jalan. Saya bersama Bripda Baso menyingkirkan kayu tersebut agar tim yang membawa mayat bisa lewat.

Baru mau melanjutkan perjalanan, tiba-tiba ada 4 kali suara tembakan dari arah perbukitan,” paparnya.

Penembakan yang terjadi sekitar pukul 08.00 Wita itu mengenai bagian punggung atas kiri Aipda Andrew.

Meskipun darah mengalir di tubuhnya, ia masih sempat melakukan perlawanan.

Melihat Bripda Baso juga kena tembak, Aipda Andrew berusaha memberikan pertolongan untuk menyelamatkannya.

“Nah saat memberikan pertolongan tersebut betis kaki kanan saya kena tembak.

Berselang 30 menit, 8 orang anggota yang membawa mayat tiba dan langsung memberikan bantuan. Saat itu juga tidak ada suara tembakan dari perbukitan,” jelasnya.

Aipda Andrew dan Bripda Baso langsung dievakuasi ke mobil patroli.

Sempat dibawa ke Puskesmas Sausu, tetapi karena kondisi luka yang cukup parah akhirnya dibawa ke RS Bhayangkara Palu yang ditempuh selama 9 jam.

Tiba di RS Bhayangkara Palu, kami langsung mendapat penanganan medis oleh dokter.

“Sempat dirawat selama 5 hari di ICU, kondisi saya justru semakin memburuk dan akhirnya saya sendiri meminta untuk dirujuk ke RS Sanglah, Denpasar,” imbuh Aipda Andrew.

“Kenapa saya meminta dirujuk ke RS Sanglah? Bayangan saya waktu itu pasti akan mati.

Kalau mati di RS Sanglah, setidaknya saya tidak menyusahkan keluarga. Syukur saya bisa melewati cobaan tersebut,” sambungnya.

Syok Diamputasi

Dokter di RS Sanglah menilai bahwa luka tembak di kaki Aipda Andrew sudah infeksi.

Apabila tidak diamputasi akan menyebabkan kematian karena sudah tidak ada aliran darah ke kaki bagian bawah.

“Saya langsung syok dan sedih mendengar penjelasan dokter.

Saat itu juga saya bersama keluarga memutuskan dan menyetujui dilakukan operasi amputasi di atas lutut tanggal 17 Januari 2019.

Saya sudah dioperasi sebanyak 8 kali untuk mengangkat serpihan peluru,” tuturnya.

Semangat hidup Aipda Andrew datang dari istri dan ketiga anaknya, Putu Ayu Rania Putri (5), Made Ngurah Satya Putra (3) dan Ngurah Arya Wiguna (7 bulan).

Ia tetap semangat melaksanakan tugas meskipun menggunakan kaki palsu.

“Saya berjalan harus pelan-pelan. Akibat kaki dipotong di atas lutut maka saya jalan harus menggunakan pinggul,” ungkapnya.

Ia mengaku bahwa kaki palsu yang digunakannya sangat tidak nyaman sehingga sering merasa nyeri.

Rasa nyeri itu dirasakan setiap hari sehingga mengganggu waktu tidurnya.

“Saya berharap rasa sakit ini segera hilang. Saya juga mohon dukungan dan perhatian dari pimpinan agar lebih semangat melaksanakan tugas sehari-hari.

Saya menjadi tulang punggung di keluarga, istri juga belum bekerja sejak saya pindah ke Bali,” tambahnya. (zaenal nur arifin)

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul Kisah Pilu Personel Polda Bali yang Ditembak di Poso, Putra: Bayangan Saya Waktu Itu Pasti Akan Mati,

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini