TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pembunuhan Jamaluddin sudah sebulan namun polisi belum berhasil menangkap pelakunya.
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara itu ditemukan jenazahnya di sebuah jurang di Dusun II Namo Rindang, Desa Suka Dame, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang pada 29 November 2019 lalu.
Sejak kemarin, informasi yang beredar di kalangan wartawan menyebutkan bahwa pelakunya adalah pasukan terlatih bekas tentara/kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sebuah media nasional bahkan memberitakan bahwa terduga pelaku pembunuhan merupakan orang bayaran yang bekerja secara profesional.
Kendati kabarnya polisi sudah mengidentifikasi pihak yang memberi perintah.
Baca: Misteri Kematian Hakim Jamaluddin, 38 Saksi Diperiksa hingga Informasi Tak Biasa Diungkap Wanita Ini
Kabarnya polisi kesulitan mengungkap kasus ini karena pembunuhan dilakukan secara profesional.
Misalnya pelaku tidak meninggalkan sidik jari di lokasi ditemukannya jenazah korban arena menggunakan sarung tangan karet saat menjerat leher korban.
Termasuk pelaku menggunakan sarung tangan saat membawa mobil Toyota Land Cruiser Prado nomor polisi BK 77 HD warna hitam milik korban, dan kemudian membuangnya ke sebuah jurang di Dusun II Namo Rindang, Desa Suka Dame, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang.
Namun polisi memiliki kamera pengintai rekaman Closed Circuit Television (CCTV) diduga pelaku pembunuhan serta bukti-bukti kuat lainnya dimiliki polisi untuk memburu pelaku.
"Sehingga kita butuh waktu untuk menetapkan siapa pelakunya," ujarnya.
Pria dengan bintang dua di pundaknya ini mengaku penyidik punya keyakinan dan penyidik juga punya perkiraan.
"Tapi itu kan tidak boleh diungkapkan," katanya.
Polisi akan melakukan scientific investigation atau teknik ilmiah investigasi dalam mengungkap kasus tewasnya Hakim PN Medan Jamaluddin.
Ia mengatakan kasus kematian Jamaluddin merupakan perkara yang direncanakan.
"Itu kita katakan menurut hasil dari analisa keterangan saksi dan alat bukti yang ada dan juga analisa terhadap korban, baik yang dari forensik atau tidak," kata Kapolda dikutip dari Tribun Medan.
Baca: Masih Misteri, Keluarga Desak Polisi Usut Tuntas Kasus Pembunuhan Hakim Jamaluddin
Pembunuhan berencana itu, katanya memang agak perlu membutuhkan waktu untuk melakukan pengungkapannya.
"Mohon kesabaran pihak-pihak media bahwa kita tetap konsen terhadap kasus ini," ujarnya.
Ia mengaku dalam mengungkap kasus ini pihaknya tidak bisa sembarangan dalam menetapkan siapa tersangkanya.
"Maka dari itu tadi, kita akan menggunakan scientific investigation dan harus pelan-pelan,"katanya.
Maka dari itu, sambungnya, pihaknya akan melakukan pendalaman terhadap keyakinan penyidik dan mudah-mudahan nanti bisa segera ditentukan pelakunya.
Dalam beberapa kasus, penyelikikan terkait pembunuhan berencana ini ada yang cepat, namun juga ada yang bunuh waktu lama.
"Dan biasanya itu karena kejadian yang spontan, pelakunya jelas dan keterangan saksinya ada.
Nah ini kan kita tidak bisa menduga-duga karena ini menyangkut praduga tidak bersalah," terangnya.
Wanita Misterius Didatangi Hakim Jamaluddin Didampingi 5 Pria Malam Sebelum Tewas
Sebelumnya wanita bernama Maimunah (nama samaran) akhirnya buka suara terkait kedatangan hakim Jamaluddin ke rumahnya pada Kamis (28/12/2019) malam sekitar pukul 21.35 WIB.
Adapun hakim Jamaluddin ditemukan tewas di areal kebun sawit warga di Dausun II Namo Rindang, Desa Suka Rame, Kecamatan Kutalimbaru, Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (29/11/2019).
Berikut keterangan Maimunah, dalam wawancara eksklusif dengan Tribun-Medan.com, Jumat (13/12/2019).
Maimunah menjelaskan bahwa rumahnya didatangi hakim Jamaluddin pada malam sebelum kematiannya.
"Dia ke rumah saya, manggil-manggil saya tiga kali, itu pukul 21.35 WIB lah itu ketepatan waktu acara Suratan Tangan di ANTV acara Uya Kuya itu," jelasnya.
Maimunah yang merasa tak punya kepentingan dengan hakim Jamaluddin, tidak membukakan pintu, meskipun hingga tiga kali dipanggil oleh Jamaluddin.
Menurut Maimunah, saat itu hakim Jamaluddin tidak sendirian.
Ia bersama tiga orang pria berbadan tegap keluar dari mobil.
"Dia manggil tiga kali, ”Maimunah” katanya dengan logat Acehnya. Pemanggilan pertama saya pergi ke ruang tamu mengintip. Rupanya bapak itu, tapi di situ dia sudah ada kawannya, waktu itu ada bertiga," cetusnya.
"Dia kan manggil 3 kali, panggilan ke-2 saya udah dekat ruang tamu. Sampai panggilan ke-3 saya enggak keluar, di rumah aja. Saya berpikir saya tidak ada kepentingan sama bapak ini. Janji saya Jumat mau ke kantor pengadilan. Di malam Jumat itu perasaan saya sudah enggak enak," tambah Maimunah.
Ia pun menerangkan bahwa ada yang mendorong hakim Jamaluddin dari mobil hingga ke pintu rumah Maimunah.
"Ada 3 oranglah mendorong dia untuk masuk. Sama sopir satu orang, kemungkinan mereka ada 4 atau 5 orang sama Pak Jamal. Karena itu terlihat di mana pintu ujung sama kiri itu bunyi gedor (ditutup)," tuturnya.
Disinggung adakah tekanan wajah Jamaluddin saat itu, Maimunah mengaku tidak bisa memastikan. Sebab, ia tidak melihat secara jelas raut wajah hakim Jamluddin.
"Saya tidak berpikir ke situ, karena saya pikir tidak ada urusan. Ya saya datar-datar saja," ungkapnya.
Saat itu, Maimunah mengaku sempat mendengar hakim Jamaluddin meminta dirinya untuk ikut dengan rombongan tersebut.
"Gini dibilangnya 'bisa ikut bentar ada yang mau dikonfrontir atau ditanyakan', hati saya sudah enggak enak hari itu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Maimunah menjelaskan setelah 15 menit di depan rumahnya, akhirnya rombongan hakim Jamaluddin pulang.
"Jadi pergilah orang itu kira-kira 15 menit, saya merasa enggak ada kepentingan ngapain jumpai. Lagian tengah malam ada apa, saya bertanya-tanya ada apa," tuturnya.
Baru ternyata pada keesokan harinya, Jumat (29/11/2019), Maimunah terkejut mendengar kabar Hakim Jamaluddin ditemukan tewas di Dusun II Namo Rindang, Desa Suka Dame, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang.
"Besoknya saya dapat info dari kawan di WhatsApp hampir jam 7 malam, Pak Jamal meninggal. Saya terkejut, bergetar badan saya, ada apa?" jelasnya.
Maimunah lantas bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang kedatangan hakim Jamaluddin, pada malam sebelum kematiannya.
"Saya merasa jantungan, kenapa tengah malam itu dia datang ke rumah saya. Dia (Jamaluddin) kan bisa berteriak kalau memang ada sesuatu malam itu."
"Saya berpikir pada saat itu datar-datar aja. Saya tidak ada berpikir ke situ (dibunuh). Jumatnya kejadian jadi buat saya berpikir ada apa dengan saya, ada apa dengan dia (Jamaluddin), kenapa saya didatangin," tuturnya.
Ia kemudian memberikan keterangan kepada kepolisian pada 1 Desember 2019.
"Apa yang terjadi tersebut, Senin tanggal 1 saya sudah menghadap (polisi), saya merasa tidak nyaman," cetusnya.
Sebagai orang yang memiliki pendidikan hukum, Maimunah memperkiraan bahwa kehadiran hakim Jamaluddin saat itu adalah untuk mempertanyakan hubungan dirinya dengan Hakim Jamaluddin.
Bahkan ia menduga apabila malam itu membukakan pintu, maka nasibnya akan sama dengan hakim Jamaluddin.
"Sepertinya di malam itu ada yang mau minta dikonfrontir antara saya dan Pak Jamal."
"Padahal saya tidak punya hubungan apa-apa, berarti kalau malam itu mereka menjemput saya dan buka pintu, kemungkinan keselamatan saya terancam," terangnya.
Ia memperkirakan bahwa ada oknum yang tidak bertanggungjawab membuat seolah-olah ada hubungan antara dirinya dengan hakim Jamaluddin.
"Jadi sebenarnya saya itu enggak terlalu penting kali sama bapak (Jamaluddin) tapi seolah-olah dibuat penting."
"Ada orang lain yang mengompori keadaan ini. Kalau saya berurusan sama bapak itu, saya ada nomor HP-nya," jelasnya.
Saat kejadian itu, Maimunah mengaku sedang bersama ibu dan adiknya di rumah.
Sedangkan sang adik, sedang keluar rumah bersama anak-anaknya.
Selain itu, Maimumah menyebutkan, sebelum kejadian tersebut, sudah ada orang-orang yang melakukan pengintaian di sekitar rumahnya.
"Karena belakangan ini sering orang lewat di depan rumah naik mobil Honda Jazz dan Toyota Camry, habis itu kayak ditungguin. Kalau saya mau pergi kerja pagi itu ada di depan rumah pakai mobil Honda Jazz, saya udah berangkat kerja, baru pergi. Lalu sejak 2 minggu sebelum kematian (Jamaluddin) mobil itu pantau-pantau saya. Saya cuma lihat (tulisan) Toyota aja yang di depan, warna hitam," jelasnya.
Bahkan, Maimunah menjelaskan bahwa belakang rumahnya sering dilemparin benda padat, hingga akhirnya ia merasa terancam keselamatannya. Bahkan setelah memberikan kesaksian tersebut.
"Makanya saya takut juga karena merasa terancam juga, kalau dia enggak datang ke rumah saya, saya tidak berpikir sampai situ. Rumah saya dilempar dari belakang, dari Senin kemarin, sampai lah saya berikan kesaksian. Bahkan dua hari yang lalu yang ikut sama bapak (Jamaluddin) malam itu, lewat depan rumah saya naik kereta Revo, orangnya tinggi besar," ungkapnya.
Terakhir, Maimunah berharap bisa mendapatkan perlindungan hukum baik dari kepolisian maupun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Ia merasa mendapat intimidasi terkait kasus kematian hakim Jamaluddin.
Maimunah pun berharap kasus ini segara diselesaikan hingga terungkap pelakunya.
"Di tingkat Polda saya sudah berikan kronologi semuanya. Sudah bisa mereka ambil tindakan, tidak perlu lagi diajarin untuk melakukan ini dan itu, karena saya percaya mereka sudah ahlinya," pungkasnya.
Sementara, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengakui sudah mendapatkan informasi dari Maimunah.
Ia pun menyebut sudah mengirimkan tim untuk memberi perlindungan kepada Maimunah.
"Sudah ada tim LPSK yang kita kirim ke sana untuk memberikan perlindungan. Jadi untuk saksi sudah bisa langsung berkoordinasi," ujarnya.
(akb/tribun-medan.com)