TRIBUNNEWS.COM, KALIANDA – Gunung Anak Krakatau (GAK) kembali menunjukkan aktivitas vulkaniknya pada Minggu (29/12/2019).
Sekira pukul 05.29 WIB, gunung api yang berada di tengah laut Selat Sunda itu sempat mengalami erupsi.
Hal tersebut berdasarkan data Magma VAR (Vulcanic Activity Report) Badan Geologi, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM.
Tercatat, ketinggian kolom abu teramati sekira 50 meter di atas puncak (sekira 207 meter dari permukaan laut).
Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensistas sedang condong ke arah utara.
Erupsi ini terekam seisemogram dengan amplitudo maksimum 37 mm dan durasi 1 menit 59 detik.
Visual CCTV yang ada di GAK memperlihatkan adanya letusan dengan ketinggian 200 meter dari dasar kawah.
Adanya erupsi pada GAK Minggu pagi dibenarkan oleh penanggungjawab pos pantau GAK di desa Hargopancuran Kecamatan Rajabasa, Andi Suardi.
Baca: Hore, Pemerintah Tolak Usulan PLN Naikkan Tarif Listrik 900 VA
Baca: KPK Bakal Periksa Melchias Markus Mekeng Terkait Dugaan Suap Batu Bara
"Benar tadi (Minggu) pagi terjadi erupsi, ketinggian kolom abu berwarna kelabu teramati setinggi 50 meter dari puncak," kata Andi kepada Tribunlampung.co.id, Minggu.
Andi mengatakan, sehari sebelumnya aktivitas GAK terpantau normal.
Namun demikian, teramati adanya gempa low frekuensi sebanyak 30 kali dengan amplitudo 6-28 mm dan durasi 6-15 detik.
Juga teramati adanya gempa micro tremor (tremor menerus) dengan amplitudo 0,5 – 6 mm (dominan 1 mm).
Teramati adanya asap kawah berwarna putih dengan intensitas tipis berketinggian 25-124 meter di atas puncak.
Dari CCTV, juga teramati adanya asap putih tipis beketinggian 25-125 meter dari dasar kawah.
Status GAK saat ini pada level II waspada.
Di mana masyarakat dan juga pengunjung dilarang mendekati gunung api di tengah Selat Sunda itu dalam radius 2 kilometer dari kawah.
Aktivitas GAK di September 2019
Gunung Anak Krakatau dalam beberapa hari terakhir kembali bergeliat.
Gunung yang berada di Selat Sunda itu menunjukkan peningkatan aktivitas.
Baca: Pendaftaran CPNS 2019 Kementerian ESDM Diperpanjang, Berikut 8 Jabatan yang Kurang Diminati
Baca: Pendaftaran Ditutup Hari Ini, Ini Jabatan Formasi Sepi Peminat di Kementerian ESDM
Dalam tiga hari terakhir, teramati adanya letusan yang diikuti dengan asap berwarna putih, kelabu, dan hitam dengan ketinggian 100-200 meter dari dasar kawah.
"Memang dalam tiga hari terakhir ada peningkatan aktivitas yang fluktuatif."
"Teramati adanya letusan ada sekitar empat kali letusan yang diikuti adanya asap berwarna putih, kelabu, dan hitam (debu)," kata Andi Suardi, penanggung jawab Pos Pantau di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Jumat (27/9/2019).
Menurut Andi, aktivitas letusan gunung yang kini memiliki ketinggian 157 mdpl tersebut terpantau melalui CCTV.
Berdasarkan data Magma VAR (vulcanic activity report), letusan memiliki amplitude 1 mm dan durasi 9-12 detik.
Kemudian juga teramati gempa vulkanik dangkal 1 kali dengan amplitude 6 mm dan durasi 7 detik.
Hingga saat ini status Gunung Anak Krakatau masih pada level II Waspada.
Nelayan dan warga dilarang mendekati kawah gunung dalam radius 2 kilometer.
Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi besar pada Desember 2018 lalu.
Letusan ini mengakibatkan terjadinya tsunami Selat Sunda yang meluluhlantakkan sebagian wilayah pesisir Lampung Selatan.
Terutama di Kecamatan Kalianda dan Rajabasa.
Baca: Tiga Warga Tiongkok Hilang saat Menyelam, Diduga Terseret Arus Selat Sunda
Baca: Catat, Kementerian ESDM Buka 187 Formasi CPNS, Ini Dokumen Persyaratannya
Pascaerupsi, ketinggian Gunung Anak Krakatau yang semula 310 mdpl, kini terpangkas menjadi 157 mdpl.
Saat itu, sebagian badan gunung longsor ke laut sehingga memicu tsunami.
Gunung Krakatau memiliki sejarah letusan dahsyat pada 1883 silam.
Sebagian besar badan gunung yang memiliki tiga puncak kala itu habis dan memicu terjadinya tsunami besar di Selat Sunda.
Pada tahun 1927, muncul gunung baru yang kini dinamai Gunung Anak Krakatau di permukaan Selat Sunda.
Dua Kali Meletus pada Agustus 2019
Aktivitas Gunung anak Krakatau (GAK) yang berada di selat Sunda terpantau normal.
Tetapi masih terpantau adanya gempa hembusan dan gempa mikro tremor.
Menurut penanggungjawab pos pantau GAK di Desa Hargopancuran Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan, Andi Suardi.
Dari data magma VAR (vulcano activity report) masih tercatat adanya gempa hembusan sebanyak 24 kali dengan amplitudo 15-40 mm dan durasi 12-22 detik.
Juga termati adanya gemp vulkanik dangkal sebanyak 1 kali dengan amplitudo 8 mm dengan durasi 5 detik.
Dan untuk gempa mikro tremor (tremor menerus) termatai dengan amplitudo 2-40 mm (dominan 20 mm).
"Kalau untuk GAK aktivitasnya masih seperti sebelumnya. Masih berfluktuatif," terang Andi kepada Tribun, Kamis (29/8/2019).
Dirinya mengatakan hingga kini status gunung api yang kini memiliki ketinggian 157 mdpl itu berada pada level II waspada.
Di mana, para pengunjung dan juga nelayan dilarang mendekati gunung dalam radius 2 kilometer.
GAK sendiri sempat mengalami erupsi besar pada bulan Desember 2018 silam.
Dimana sebagian badan GAK longsor ke laut dan memicu terjadinya tsunami selat Sunda pada 22 Desember 2018 lalu, yang meluluhlantahkan sebagian pesisir Banten dan Lampung Selatan.(tribunlampung/dedi sutomo)
Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id dengan judul Gunung Anak Krakatau Erupsi, Semburkan Debu hingga 207 Meter, Warga Dilarang Mendekat