“Sementara itu dari sudut pandang siswa, sekolah harusnya bisa menghadirkan ekosistem yang menyenangkan. Jika anak-anak senang, motivasi untuk belajar akan bertumbuh dan harapannya mereka tidak akan berhenti belajar seumur hidup.
"Kebahagiaan inilah yang nantinya akan melahirkan kemerdekaan dalam berpikir. Dengan begitu, mereka mampu menjadi lebih independen, peduli, dan kritis dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat,” tandasnya.
SD Muhammadiyah Mantaran tidak menyimpan perubahan itu untuk dirinya sendiri.
Bersama dengan SDN Rejodani, Karangmloko 2, dan Ngebelgede 2, mereka turut mengajak paguyuban guru di Kecamatan Ngaglik untuk memulai perubahan.
Sebagai sekolah yang lebih dulu bergerak, guru-guru di SD Muhammadiyah Mantaran meluangkan waktunya untuk menjadi mentor sesama guru dari sekolah lainnya.
Perubahan ini tidak hanya terjadi di level sekolah, tapi juga di daerah sekitarnya. Gerakan akar rumput pun tersebar di area Ngaglik, Sleman, Yogyakarta.
Tidak berhenti sampai di situ, sekolah-sekolah dari luar pulau, mulai dari Bengkulu, Lampung, hingga Kalimantan juga turut belajar dari sekolah-sekolah ini. Para guru dengan tangan terbuka menyambut sekolah-sekolah yang siap berubah dan dengan ikhlas mendampingi.
Sekolah yang dulu berada dalam situasi pelik dan kekurangan murid, kini mampu berbagi ilmu ketika sudah mengubah paradigma pendidikannya dan menciptakan sekolah yang menyenangkan di Mantaran.
Sejauh ini, GSM telah menyebarkan pengaruh ke berbagai area di Indonesia, termasuk Yogyakarta, Semarang, Tebuireng, Tangerang, hingga beberapa kota di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Di Yogyakarta, sudah ada 84 sekolah model yang sudah menyebarkan imbasnya kepada lebih dari ratusan sekolah lainnya.