TRIBUNNEWS.COM - Pendiri Keraton Agung Sejagat, Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja diringkus Polda Jawa Tengah pada Selasa (14/1/2020) sore.
Totok Santoso dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja diamankan karena diduga melakukan penipuan.
Selain itu, keduanya juga melanggar pasal 14 UU RI No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.
Akibat perbuatannya tersebut, Totok Santoso Hadiningrat dan Dyah Gitarja alias Fanni Aminadia terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara.
Dalam pasal 14 tersebut menerangkan, barang siapa menyiarkan berita atau pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, maka dihukum maksimal 10 tahun penjara.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iskandar Fitriana mengatakan, kedua pelaku kemungkinan besar akan diancam pasal berlapis lainnya.
"Selain pasal penipuan dan pasal 14 UU RI No 1 tahun 1946, kedua pelaku dimungkinkan akan diancam pasal lainnya," ujar Kombes Pol Iskandar kepada TribunJateng.com, Rabu (15/1/2020).
Sejauh ini, kata Iskandar, setidaknya ada 17 orang yang diperiksa terkait berdirinya Keraton Agung Sejagat yang sempat menghebohkan masyarakat.
Iskandar mengatakan, dalam hasil penyelidikan, ternyata masing-masing anggota yang ingin menjadi bagian dari Keraton Agung Sejagat harus membayar sebesar Rp 3 juta hingga Rp 30 juta.
Menurut Iskandar, anggota tersebut akan dijanjikan jabatan tinggi dalam Keraton Agung Sejagat sesuai biaya masuk yang disetorkan kepada kedua pelaku.
"Apabila nominal tiket masuknya semakin besar atau tinggi, maka anggota tersebut akan diberikan jabatan yang tinggi dalam Keraton Agung Sejagat," jelasnya.
Dalam penangkapan tersebut, Ditreskrimum Polda Jateng mengamankan juga sejumlah barang dan alat bukti di antaranya, KTP kedua pelaku, dokumen palsu berupa kartu-kartu keanggotaan, dan belasan saksi dari warga setempat.
Saat KTP kedua pelaku diperiksa, nama istri dari Sinuhun Totok ternyata bukan Ratu Dyah Gitarja, melainkan bernama Fanni Aminadia (41).
Batu Ukir di Keraton Agung Sejagat Dibuat Empu Wijoyo Guno
Batu ukir yang ditemukan di Keraton Agung Sejagat, ternyata dibuat oleh seorang empu.
Empu tersebut bernama Wijoyo Guno.
Empu Wijoyo Guno adalah orang yang mengukir batu berukuran kurang lebih tinggi 1,5 meter.
Pada batu tersebut, terdapat beberapa ukiran dan tulisan yang menurut Empu Wijoyo mempunyai maknanya.
"Tulisan Jawa itu artinya adalah Bumi Mataram Keraton Agung Sejagad," katanya kepada TribunJateng.com, Selasa (14/1/2020).
Mataram sendiri adalah 'Mata Rantai Manusia'.
"Maknanya alam jagad bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun.
"Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," ungkapnya.
Wijoyo menjelaskan jika pada batu terukir gambar Cakra yang menggambarkan waktu dan kehidupan manusia.
Sedangkan didalam cakra itu terdapat 9 dewa.
Ada pula ukiran Trisula yang menurutnya memiliki makna keilmuan.
Kemudian ada gambar telapak kaki yang bermakna sebagai tetenger.
"Telapak kaki ini artinya adalah jejak atau petilasan. Kaki itu adalah tetenger kaisar," jelasnya.
Wijoyo mengaku mengukir batu prasasti milik kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) hanya dalam waktu dua minggu.
Sedangkan mengukirnya, Wijoyo menyebut batu tersebut diukir sekitar tiga bulan yang lalu.
(Tribunnews.com/Whiesa) (TribunJateng.com/Akhtur Gumilang/Permata Putra Sejati)