News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Keraton Agung Sejagat

Antropolog: Totok Santosa Paham Target Pasarnya, Orang Malas Kerja dan Ingin Keuntungan Instan

Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kapolda Jateng Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel didampingi Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Islandar Fitriana dan Direskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Budi Haryanto menyampaikan pemaparan terkait kasus Keraton Agung Sejagat, di Mapolda Jateng, Rabu (15/1/2020). Tribun Jateng/Akhtur Gumilang

TRIBUNNEWS.COM - Keraton Agung Sejagat tengah menjadi perbincangan hangat belakangan ini.

Hal itu berkaitan dengan penipuan yang dilakukan sang raja 'palsu' bernama Totok Santosa.

Pasalnya, anggota yang bergabung diiming-imingi mendapatkan gaji bulanan dalam bentuk dollar.

Tak hanya itu saja, mereka juga ditawarkan memperoleh jabatan di Keraton.

Namun jika ingin mendapatkan jabatan, mereka diharuskan membayar uang sebesar Rp 3-10 juta.

Seorang Antropolog, Nurhadi pun memberi tanggapan terkait gegernya Keraton Agung Sejagat.

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Kaprodi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, fenomena itu berkaitan dengan kecenderungan orang yang merasa kehilangan harapan.

Harapan itu bisa bermacam-macam bentuknya.

Keramaian warga saat mengunjungi Kerajaan Keraton Agung Sejagat, pada Selasa (14/1/2020). (Permata Putra Sejati/Tribun Jateng)

Bisa karena kondisi ekonomi dan juga sosial di dalam tatanan kehidupannya.

"Sekarang ini ada kecenderungan banyak orang merasa kehilangan harapan, mungkin kondisi ekonomi atau sosial."

"Untuk itu mereka ingin memperoleh sesuatu yang menurut mereka akan membawa sebuah kebahagiaan," ujar Nurhadi kepada Tribunnews.com, Kamis (16/1/2020).

Nurhadi juga mengatakan fenonema Keraton Agung Sejagat sejajar dengan penipuan investasi.

"Fenomena Keraton Agung Sejagat itu sebenarnya pararel dengan penipuan-penipuan model investasi," ujarnya.

Penipuan seperti itu, lanjut Nurhadi, memiliki target pasarnya sendiri.

Yakni kepada orang yang sudah putus asa dan merasa perlu bergantung kepada orang lain.

"Segmennya ada, yakni kepada mereka yang kehilangan harapan atau merasa banyak hal yang tidak bisa diatasi sendiri, sehingga perlu bergantung dengan orang lain," kata Nurhadi kepada Tribunnews.com melalui sambungan telepon.

Menurutnya orang seperti Totok adalah orang yang benar-benar memahami target pasar yang bisa ditarik menjadi korban.

Totok Santosa Hadiningrat Pimpinan Keraton Agung Sejagat Purworejo. (Tangkapan Layar Kompas TV)

"Orang seperti Totok adalah orang yang memahami target pasar yang bisa ia bidik."

"Totok sadar ada sebagian masyarakat yang memiliki pola pikir kehilangan harapan atau putus asa," ujarnya.

Menurutnya Keraton Agung Sejagat sama dengan penipuan berkedok investasi.

Totok dikatakan memahami banyak orang malas bekerja dan ingin dapat keuntungan instan.

"Yang dia lakukan sama dengan penipuan investasi, dia tau banyak orang yang malas bekerja."

"Dan juga hanya ingin mendapatkan penghasilan banyak dalam waktu singkat secara instan," tutur Nurhadi.

Seperti diketahui Totok Santosa alias Raja dari Keraton Agung Sejagat memiliki anggota sekitar 450 orang.

Kerajaan tersebut berada di RT 3 RW 1, Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Anggota yang tergabung rata-rata berasal dari luar kota.

Namun, 'usia' keraton ini tak lama, seluruh aktivitas disana sudah diberhentikan oleh Pemkab Purworejo. 

Totok Santoso Hadiningrat (42) dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja (41) yang mengaku sebagai pimpinan Keraton Agung Sejagat (KAS) dihadirkan di Mapolda Jateng, Rabu (15/1/2020). (TRIBUN JATENG/AKHTUR GUMILANG)

Polisi juga telah menangkap Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat, yaitu Totok Santoso Hadiningrat (42) dan Fanni Aminadia (41) alias Dyah Gitarja.

Kini, pasangan bukan suami istri tersebut ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Jateng.

Keduanya juga dijerat dua pasal yaitu pasal 378 KUHP tentang penipuan serta pasal 14 UU RI No 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Seperti yang tertera dalam pasal diketahui mereka terancam pidana hingga 10 tahun penjara.

(Tribunnews.com/Maliana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini