"Sebenarnya itu bunker, buatan manusia," ujarnya.
Perkiraan panjang terowong yang bisa diakses masyarakat disebut Mursito sekitar 40 meter.
"Ada juga laporan yang menyebut terowongan itu tembus sampai rumah warga," ungkapnya.
Namun, Mursito masih belum mengetahui sepenuhnya tentang terowongan tersebut.
Menurutnya, jika itu adalah saluran limbah, terowongan tersebut dianggapnya terlalu besar.
"Kalau saluran limbah kok terlalu besar. Atau mungkin itu dulu sebagai jalur persembunyian dan penyelamatan diri," ungkapnya.
Mursito mengungkapkan terowongan ini merupakan peninggalan Pabrik Gula Cokro yang ada sejak 1897.
"Yang menarik, tidak semua peninggalan pabrik gula ada terowongan macam itu. Jadi ya masih jadi pertanyaan, sebenarnya apa kegunaan terowong itu dulu," jelasnya.
Mursito mengungkapkan pihaknya telah melaporkan kepada dinas terkait.
Selain itu pemberitahuan juga disampaikan kepada Bupati Klaten.
"Kami dari pemerintah desa melaporkan ke dinas terkait. Kita sudah lapor bupati lewat camat," ungkapnya.
Mursito mengungkapkan pihaknya tengah menunggu perintah dan arahan dari pihak terkait mengenai terowongan tersebut.
Dukung Jadi Obyek Wisata
Mursito mengungkapkan pihaknya mendukung jika terowongan tersebut dimanfaatkan bagi masyarakat, termasuk untuk wisata.