TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas meminta kepada para pengusaha jasa kontruksi untuk menerapkan standar kualifikasi yang tinggi ketika terpilih sebagai kontraktor pemenang tender konstruksi di berbagai daerah di Tanah Air.
Menurut Anas, ada masalah besar dalam pelaksanaan jasa konstruksi bangunan di Indonesia, khususnya di daerah. Yakni para kontraktor cenderung lebih mementingkan persoalan memenangkan tender ketimbang bagaimana menciptakan bangunan yang berkualitas.
"Seringkali pelaku usaha hanya berpikir menawar dengan harga yang termurah saat lelang. Tujuannya pokoknya menang tender. Tapi di tengah jalan, pekerjaannya kurang berkualitas. Saya baru saja menyampaikan hal itu saat diundang dalam Rapat Pimpinan Nasional Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi),” ujar Anas kepada media, Kamis (30/1/2020).
Rapimnas Gapensi yang digelar di Jakarta, Rabu (29/1/2020), tersebut juga menghadirkan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Pol Djoko Poerwanto, dan Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Airin Rahma Diany.
Menurut Anas, apa yang terjadi dalam bisnis jasa konstruksi yang terkait dengan APBD itu tampak efisien dalam jangka pendek karena pemenang tender adalah mereka yang menawarkan harga terendah, namun dalam jangka menengah-panjang sebenarnya malah tidak efisien karena pasti pekerjaannya kurang berkualitas.
”Pasti nanti butuh pembangunan lagi. Akhirnya malah tidak efisien. Manajemen APBD juga menjadi kacau. Sisa anggaran tinggi. Anggaran yang bisa menggerakkan ekonomi rakyat tak terserap," beber Anas yang juga menjabat sebagai bupati banyuwangi tersebut.
Bagi pemerintah daerah, permasalahan itu juga menjadi dilema tersendiri. Sebab, bobot biaya menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan pemenang lelang.
”Kawan-kawan pemda takut ada masalah hukum kalau tidak memenangkan penawar harga terendah. Tapi justru ketika pekerjaan tidak berkualitas, ya nanti jadi masalah hukum juga. Serba repot,” ujarnya.
Menurut Anas, permasalahan hasil konstruksi bangunan yang tak sesuai harapan dan kualitas semacam banyak terjadi di daerah.
"Banyak juga yang abai menerapkan SOP untuk memberikan jaminan standar keselamatan para pemakai bangunan. Ini menjadi PR bersama kita," ujarnya.
Untuk itu, Anas meminta kepada Gapensi merancang standar akuntabilitas pengadaan jasa konstruksi bangunan yang bisa menjaga kualitas hasil pekerjaan kontraktor.
Demikian pula aturan soal jasa konstruksi yang bersumber dari APBD bisa diubah orientasinya ke arah kualitas dan pemberian dampak optimal ke ekonomi masyarakat.
”Sehingga ke depan, variabel penilaian biaya umur ekonomis yang artinya kita bicara kualitas, lebih diutamakan. Kemudian kita bicara dampak ekonomi ke masyarakat. Semakin banyak APBD terserap untuk dibelanjakan, ekonomi tentu bergerak lebih cepat,” ujarnya.
Anas pun siap mengajak para bupati untuk bekerja sama dengan para pengusaha konstruksi di daerah dengan tujuan mengoptimalkan program pembangunan.
"Saya berharap anggota Gapensi di daerah dapat menemui para bupati masing-masing untuk memberikan pemahaman secara teknis tentang kontruksi sehingga tidak ada masalah-masalah hukum di belakang," ujar Anas.