TRIBUNNEWS.COM, BALI - Serangan lalat mas ke pohon cabai makin mengganas akhir-akhir ini.
Akibatnya produksi cabai di wilayah Kintamani dalam beberapa bulan terakhir mengalami penurunan.
Usut punya usut, kondisi ini tidak terlepas dari cuaca ekstrem hingga serangan lalat mas yang dirasakan kian mengganas.
Petani asal Dusun Yeh Mampeh, Desa Batur, Kintamani ini mengatakan jika serangan lalat mas terjadi setiap tahun.
Namun intensitas serangan hewan ini dirasa kian mengganas saat memasuki peralihan musim sejak akhir bulan Desember lalu.
“Memang terjadi setiap tahun. Namun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serangan pada tahun ini cenderung lebih parah, karena bersamaan dengan cuaca ekstrem,” katanya.
Lalat mas atau juga dikenal lalat buah, jelas Karta, biasanya menyerang jenis tanaman buah.
Seperti alpukat, nangka, mangga, jeruk dan sebagainya.
Namun jika buah-buahan tersebut tidak lagi tersedia, maka lalat mas akan menyerang tanaman hortikultura, seperti cabai milik warga.
Ciri-ciri serangan lalat mas, lanjut Karta, pada biasanya terdapat bintik berwarna hitam pada buah yang disebabkan dari bekas tusukan lalat.
Bintik hitam tersebut jumlahnya bervariasi, tergantung dari jumlah lalat yang hinggap.
“Akibatnya buah akan membusuk, karena saat ditusuk lalat itu sekaligus menyimpan telurnya di sana. Ketika telur itu menetas dan menjadi larva, barulah buahnya akan rontok. Biasanya membutuhkan waktu sepekan, atau paling cepat lima hari untuk buahnya rontok,” jelasnya.
Jika normalnya dari lahan seluas hampir 30 are, Karta mampu menghasilkan sekitar 300 hingga 400 kilogram cabai rawit merah, dengan serangan lalat mas produksi cabai anjlok hingga 45 persen.
Di lain sisi, Karta mengatakan harga cabai saat ini sedang bagus-bagusnya.