Kendati kejadian ini menimbulkan kerugian yang cukup besar, Aria mengaku akan tetap memelihara babi.
"Tetap memelihara, tapi tidak sekarang. Biar hilang dulu virusnya baru mau melihara babi lagi," tutupnya.
Hal senada juga dialami salah satu warga di Banjar Dinas Punduh Lo, bernama Nyoman Trisna Heriawan.
Baca: Geger Kemunculan Bangkai Babi di Penatih Denpasar
Tiga ekor babi dewasa jenis saddleback, dengan berat rata-rata 100 kilogram per ekor miliknya mati sekitar dua minggu yang lalu.
Dengan ciri-ciri yang sama, yakni tidak nafsu makan dan badannya panas.
Akibat kejadian ini, Trisna mengalami kerugian Rp 7 juta. "Sakitnya cuma sehari, besoknya langsung mati. Dua minggu yang lalu ada dua ekor yang mati. Selang seminggu kemudian, satu ekor lagi mati. Padahal salah satunya sudah ada yang bunting," terangnya.
Kepala Dinas Pertanian Buleleng, I Made Sumiarta mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran, ada 15 ekor babi dewasa yang mati di Desa Bungkulan.
Sumiarta pun belum berani memastikan apakah babi yang mati itu akibat terserang virus African Swine Fever (ASF) atau karena penyakit yang lain.
Sebab untuk mengetahui penyebab kematiannya, harus melalui uji lab dari Balai Besar Veteriner Denpasar.
"Kami akan mengambil sampelnya untuk dicek," jelasnya.
Kendati dengan adanya kasus ini, Sumiarta menyebut masyarakat tidak perlu khawatir.
Karena penyakit yang menyerang babi tidak akan menular ke tubuh manusia, selama proses pengolahan dagingnya dilakukan dengan benar.
Untuk mencegah kasus ini menular ke daera lain, Dinas Pertanian Buleleng melalui Tim Reaksi Cepatnya dalam waktu dekat akan turun ke Desa Bungkulan untuk melakukan penyemprotan disinfektan ke kandang-kandang babi milik warga.
"Kami imbau masyarakat yang mau memelihara babi, untuk tidak membeli bibit babi dari daerah yang sudah terkena kasus kematian," katanya.