Menurut FX Hadi Rudyatmo, hasil kajian tersebut tidak lepas dari keberagaman masyarakat yang ada di Solo.
Meski beragam, masyarakat di kota yang dipimpinnya dapat hidup rukun.
"Solo punya banyak suku dan ras, Banjar, Cina, Arab, Jawa, tapi bisa hidup berdampingan dan rukun," kata Rudy di Solo, Senin (20/11/2017).
Kunci toleransi dari semua itu adalah komunikasi.
Proses membangun komunikasi ala Rudy, salah satunya mengajak seluruh perwakilan kelompok masyarakat berkumpul dalam forum.
"Seperti program sonjo wargo, kami datangi masyarakat di tiap kelurahan," ujarnya.
Ia mengatakan, dalam melayani masyarakat, pemimpin itu adalah pelayan bukan penguasa.
Sehingga, masyarakat dengan pemimpinnya duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.
Hal tersebut dilakukan untuk menjalin silaturahmi antar kelompok.
Baca: Perlu Cara Berpikir Terbuka dan Kritis untuk Melawan Intoleransi di Media Sosial
Namun, di Solo menurutnya masih ada tindakan intoleran, seperti insiden pelarangan kegiatan ibadah hingga perusakan tempat ibadah.
"Ada yang menolak rumah ibadah, didemo, tapi itu mungkin persyaratannya kurang dan sebagainya, sedikit peristiwa semacam itu," ungkapnya.
Hasil positif Setara Institut tersebut, tak lepas dari masyarakat Solo yang sudah semakin sadar toleransi beragama.
"Saya kira masyarakat sudah sadar, agama itu urusan pribadi masing-masing untuk menyembah Tuhan dan dilindungi undang-undang ," imbuh Rudy.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunSolo.com/Imam Saputro)