News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Istana Sebut Rektor Unnes Terlalu Dini Bebastugaskan Dosennya yang Sindir Jokowi dan Jan Ethes

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beberapa meme dukungan terhadap dosen Unnes yang dibebastugaskan sementara oleh Rektor Unnes, Jumat (14/2/2020).

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian menilai Keputusan Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) pembebastugasan sementara salah satu dosennya terlalu dini.

Lewat keputusannya  Rektor Unnes, Prof Dr Fathur Rokhman pada 12 Januari 2020 membebastugaskan sementara Dr Sucipto Hadi Purnomo dari tugas sebagai dosen.

“Seharusnya yang bersangkutan diperiksa oleh pihak berwenang terkait statusnya di facebook. Bukan langsung dijatuhi sanksi pemberhentian sementara sebagai dosen,” kata Donny kepada Tribunjateng.com saat dihubungi melalui telepon, Minggu (16/2/2020) sore.

 

Lebih lanjut dia menyampaikan, harusnya yang bersangkutan diperiksa pihak berwenang berdasarkan hukum yang berlaku.

“Jadi, yang bersangkutan harus dibuktikan dahulu, apakah melakukan tindak pidana atau tidak."

"Nah, yang punya kewenangan itu adalah aparat penegak hukum melalui proses penyidikan dan penyelidikan sampai pada proses di Pengadilan,” tuturnya.

Menurutnya, status facebook yang bersangkutan itu tidak bisa dijadikan dasar.

Hal itu karena belum dibuktikan apakah itu sebagai tindak pidana penghinaan atau tidak.

“Postingan facebook yang bersangkutan itu multitafsir. Jadi biar aparat penegak hukum yang mengusutnya,” terang Donny.

Sengaja Cari Kesalahan

Sementara itu, akademisi Hukum Administrasi Negara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (HUN Unusia) Jakarta, Muhtar Said menyayangkan adanya SK Rektor Unnes terkait pembebastugasan sementara Dr Sucipto Hadi Purnomo.

Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Hukum Unusia Jakarta, Muhtar Said. (DOKUMENTASI PRIBADI MUHTAR SAIR)

Ketua Program Studi Ilmu Hukum UNUSIA Jakarta itu menyampaikan, Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut dibuat tidak untuk menghakimi seseorang.

"Dalam PP tersebut ada bab yang memuat klarifikasi. Jika klarifikasi belum diadakan, namun SK sudah keluar, maka memberikan tanda, pejabat yang bersangkutan memang sengaja mencari kesalahan."

"Jika sebuah beschikking (SK) diniati untuk menghantam seseorang tanpa ada dasar yang bersumber dari klarifikasi, SK tersebut batal demi hukum," ungkap Said.

Menurut penulis buku Asas-Asas Hukum Administrasi Negara itu, hukum asasnya equality before the law.

Said menuturkan, harus ada keseimbangan, tidak boleh sepihak, klarifikasi adalah tempat Dr Sucipto Hadi Purnomo melakukan pembelaan diri.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini