"Jika ini diteruskan, Rektor atau pejabat yang terkait bisa dikatakan telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai pejabat administratur."
"Lihat saja konsideran SK Pemberhentian Sementara."
"Apabila dibaca berulang-ulang, tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus, SK itu perlu ditinjau lagi secara komperehensif," tutur Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Hukum Unnes itu.
Said menyampaikan, proses pemberian sanksi itu tidak boleh serta merta diniati untuk memecat.
Tidak boleh pula mengatakan orang itu bersalah atau tidak, karena asas praduga tidak bersalah harus ditegakkan.
"Klarifikasi dari pihak yang bersangkutan perlu, kemudian dituangkan dalam berita acara."
"Nah, berita acara inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk membuat beschikking (SK)."
"Jika dilihat dari kronologi dan konsideran dalam SK, tidak ada sama sekali sumber dari berita acara."
"Padahal pejabat kampus juga harus menerapkan asas umum pemerintahan yang baik dalam setiap tindakan," tandas Said.
Rektor Unnes Berlebihan
Di sisi lain, tanggapan serupa juga disampaikan akademisi Universitas Airlangga Surabaya (Unair) Dr Herlambang P Wiratraman.
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KKAI) itu, menilai Rektor Unnes terkesan berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang.
"Rektor Unnes terkesan terlalu berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang, apalagi dari ‘kalimat tanyanya’ membuat pembaca bertanya."
"Bagi saya itu ekspresi kritik reflektif atas situasi tertentu berbasis persepsi penulis," ungkap Herlambang.