TRIBUNNEWS.COM - Peristiwa ratusan siswa yang hanyut saat mengikuti kegiatan Pramuka susur sungai, membuat banyak pihak ikut bersuara.
Sebanyak 249 siswa SMPN 1 Turi, Sleman terbawa arus deras saat melakukan susur sungai di Sungai Sempor.
Peristiwa itu terjadi pada Jumat (21/2/2020) lalu.
Akibatnya, 10 siswa meninggal dunia karena terseret banjir.
Peristiwa itu pun amat disayangkan oleh berbagai pihak.
Sebab kegiatan susur sungai dilakukan bersamaan dengan datangnya hujan cukup deras.
Baca: Begini Pertolongan Pertama Saat Terjadi Kecelakaan Air, Jangan Panik!
Meski sudah diperingatkan warga, pembina Pramuka tetap melanjutkan kegiatan, hingga merenggut nyawa 10 orang korban.
Humas Basarnas Pos Surakarta, Yohan Tri Anggoro turut menyayangkan atas peristiwa yang terjadi.
Menurutnya, kegiatan tersebut memaksa dilakukan, padahal sudah ada peringatan dari alam yakni turunnya hujan.
"Kegiatan kemarin (tragedi susur sungai) terlalu beresiko dan fatal."
"Harusnya kalau sudah mendung, tidak perlu melakukan kegiatan, setidaknya diminimalisir terjadinya musibah," ujar Yohan kepada Tribunnews.com, Minggu (23/2/2020).
Baca: Tingggalkan Siswa di Sungai, Pembina Pramuka SMPN 1 Turi jadi Tersangka, Terancam 5 Tahun Penjara
Lanjut Yohan, sebelum berkegiatan, pihak yang bertanggung jawab seharusnya memahami tanda-tanda alam.
"Lebih baik tidak usah berkegiatan kalau tidak tahu peringatan tanda-tanda alam itu seperti apa."
"Padahal pemerintah melalui BMKG dan warga pun sudah memberi peringatan," tuturnya kepada Tribunnews.com melalui sambungan telepon.
Yohan juga mengatakan pentingnya memahami panduan keselamatan saat berkegiatan di air.
Menurutnya, ada berbagai panduan yang harus dipahami untuk menghindari kecelakaan di air.
Yang paling umum di antaranya bisa berenang, mengenal tanda alam, dan pemasangan rambu-rambu kegiatan.
"Yang pertama kita harus bisa berenang, kedua adalah kenali tanda-tanda alam," sambung Yohan.
Tanda-tanda alam yang dimaksud misalnya sungai menjadi keruh dan debit air meningkat.
Selain itu, cuaca dan medan yang berubah bentuk, seperti gerakan tanah atau ombak apabila di laut.
"Ketiga pemasangan rambu-rambu kegiatan, misal sungai beresiko, bahaya untuk berkegiatan, harus ada tanda-tanda tersebut," imbuhnya.
Baca: Warga Sudah Mengingatkan, Pembina Pramuka SMP 1 Turi Nekat Lakukan Acara: Kalau Mati di Tangan Tuhan
Pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan air
Lebih lanjut, Yohan menjelaskan bagaimana pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan air.
"Yang pasti apabila kita berkegiatan di air alangkah baiknya memakai peralatan safety," tuturnya melalui sambungan telepon.
Selain itu, saat menjadi 'korban' yang mengalami kecelakaan air, diharapkan untuk tidak panik.
"Karena kalau berenang melawan arus kan tidak bisa, tetap tenang dan kenali arusnya."
"Walaupun kita berenang mengikuti arus, tetapi kita tetap berusaha agar bisa menepi."
"Tetapi kalau tidak bisa berenang itu yang sulit, yang berenang dalam arus deras sedalam satu meter saja sudah sulit," ujar Yohan.
Selain itu, Yohan juga memberikan informasi bagaimana cara menolong korban kecelakaan air.
Seperti metode yang dipakai dan alat yang bisa menjangkau korban.
"Kalau pertolongan pertama kecelakaan di air, untuk metodenya kita bisa menjangkau korban."
"Apabila dekat dengan korban bisa dengan memberi bantuan, melempar benda apung."
"Bisa juga dengan tongkat atau kayu apabila tidak bisa kita raih dengan tangan," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana)