News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suasana Kondusif Pasca Bentrok di Pulau Adonara yang Menewaskan 6 Warga

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu korban dalam pertikaian masalah tanah di Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Kamis (5/3/2020).

TRIBUNNEWS.COM, LARANTUKA - Perang antarsuku meletus di Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Kamis (5/3/2020) sekitar pukul 10.00 Wita.

Pertikaian memperebutkan lahan kebun di Wulanwata itu menewaskan enam orang.

Korban berinisial MKK (80), YMS (70), YOT (53), SR (68), YH (70) dan WK (80).

"Semua korban petani dari kedua suku yang bertikai," kata Wakil Bupati Flotim, Agus Payong Boli saat dikonfirmasi via telepon, Kamis malam.

Pria yang akrab disapa Agus Boli ini menduga para korban terbunuh saat terjadi perang tanding.

Ia menyebut ada juga korban luka-luka namun belum diketahui keberadaannya.

Agus Boli beralasan lokasi kejadian cukup jauh dari Desa Sandosi.

Informasi tersebut ia peroleh setelah berkomunikasi via telepon dengan anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) dan aparat Desa Sandosi.

Baca: Tinggal Sebulan di Singapura, Orang Amerika Ini Dibuat Terkesan Pemerintah Sikapi Virus Corona

Baca: ASDP Siapkan Langkah Mitigasi Penyebaran Virus Corona

Ia menyesalkan kembali jatuhnya korban jiwa dalam pertikaian perebutan lahan di Wulenwata.

"Di Adonara kadang hukum formil tidak dipercayai dan masyarakat cenderung memakai metode adat pembuktian kebenaran lewat perang, sehingga ada istilah Lamaholot moen deino, moen hala tobano (engkau benar maka bertahan, engkau salah maka jatuh)," ujar Agus Boli.

Mantan anggota DPRD Flotim ini telah meminta pemerintah Desa Sandosi mengimbau kedua suku yang bertikai menahan diri dan suku-suku lainnya jangan terprovokasi.

"Kepada para camat sedaratan Pulau Adonara dan desa-desa lain, saya mengimbau menahan masyarakatnya jika punya niatan membantu suku-suku yang lagi bertikai di Desa Sandosi. Di Adonara secara lamaholot ada namanya "nara" atau sekutu lintas desa dan wilayah," ujarnya.

Ia mengatakan, pemda dan aparat keamanan akan menyelesaikan masalah yang ada.

Ilustrasi bentrok (Tribun Timur/Sanovra)

"Kepada masyarakat agar tidak boleh memuat di medsos hal-hal yang provokatif karena dapat peruncing keadaan di sana. Jika ada yang menulis bernada provokatif atau ujaran kebencian, saya minta Kapolres tangkap pihak-pihak yang dengan sengaja provokasi," tegasnya.

Menurut kader Partai Gerindra ini, Pemda Flotim telah meminta pihak kepolisian dan TNI agar mengirim pasukan lebih banyak dan siaga di Desa Sandosi dan sekitarnya sebelum korban dibawa masuk kampung karena dikhawatirkan situasi rusuh bisa terjadi saat itu.

"Kepada seluruh warga Lamaholot Flores Timur mari kita mendoakan agar masalah ini segera diselesaikan dan korban tidak lagi bertambah. Pemerintah juga menyampaikan turut berdukacita atas tragedi kematian saudara-saudara kita di Sandosi dalam konfik tanah ini. Semoga Tuhan menghapus dosa mereka dan menerima arwah mereka di sisi-Nya dan keluarga dikuatkan dalam kedamaian sejati," ucap Agus Boli.

Baca: Masuk UGD Tak Ditemani Ajun Perwira, Jennifer Jill: Gue Sakit Malah Ditinggal, Kacau Lo!

Baca: Cerita Imel Putri Cahyati Dulu Terkenal dan Dijuluki Ratu Sinetron Indosiar, Kini Pilih Jualan Baju

Kapolres Flotim AKBP Deny Abrahams membenarkan enam warga tewas dalam pertikaian yang terjadi di wilayah Desa Sandosi.

"Betul, enam orang warga tewas. Kondisinya sudah aman. Sementara ini mayat mereka sudah dievakuasi ke desa setempat," kata Deny saat dihubungi Kompas.com, Kamis sore.

Menurut Deny, bentrokan terjadi akibat masalah lahan antara dua suku. Lokasi kejadian berjarak sekitar 15 kilometer dari permukiman warga setempat.

Ia mengatakan, pihaknya mempertebal pasukan dengan mendatangkan dari Polres Flotim dua SST, Polres Sikka dan Polres Lembata.

Salah satu korban dalam pertikaian masalah tanah di Desa Sandosi, Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Kamis (5/3/2020). (ISTIMEWA)

Situasi Kondusif

Kepala Desa Sandosi, Beatus Beda Nama menjelaskan, sengketa lahan antarsuku Kwaelaga dan Lamatoka sudah berlangsung lama.

"Namun ini baru pertama kali terjadi kontak fisik dan langsung menewaskan enam orang korban," kata Beatus ketika dikonfirmasi via telepon.

Menurut Beatus, pemerintah desa dan kecamatan sudah memfasilitasi masalah ini dan dituangkan dalam berita acara.

Beberapa minggu lalu, pemerintah desa dan warga yang bertikai juga sudah pergi ke Polsek Sagu karena ada laporan pengaduan dari suku Lamatokan terkait adanya aktivitas pembersihan rumput oleh suku Kwaelaga di lahan sengketa.

Baca: PA 212: Ribuan Orang Bakal Hadiri Aksi Protes untuk Meminta Kedubes India Ditutup

Baca: Geledah Dua Rumah Nurhadi di Jakarta, KPK Pulang dengan Tangan Kosong

Polisi menindaklanjuti laporan tersebut. Suku Kwaelaga sebagai terlapor sudah dikenai wajib lapor.

"Sehingga menurut pemahaman kami yang awam ini, kalau sudah begitu tidak mungkin lagi melakukan kegiatan di lokasi. Kita pikirnya begitu, ternyata selang beberapa waktu pihak terlapor lakukan kegiatan lagi di sana tanam pohon kelapa dan mente. Itu hari kamis minggu lalu," papar Beatus.

Beatus mengatakan, buntut dari adanya aktivitas di lahan sengketa itu sehingga pihak suku Lamatokan langsung bergerak ke lokasi. Ia memperkirakan ada 20 warga suku Lamatokan ke Wulanwata.

"Mereka bertemu di lokasi. Entah pihak terlapor juga sudah tahu atau belum, kami juga tidak tahu," ujarnya.

Menurutnya, luas lahan sengketa sekitar 200x100 meter, telah ditanami kelapa, mente dan jagung. Letaknya ada di dekat pantai di wilayah Wulanwata, Desa Baobage.

Beatus mengungkapkan, masalah batas tanah itu berlangsung sejak tahun 1990-an. Kedua suku saling klaim memiliki tanah tersebut.

Baca: Jadwal Siaran Langsung Tinju Dunia Kelas Berat Akhir Pekan Ini, Adam Kownacki vs Robert Helenius

Baca: Gita Sinaga Unggah Potret Berkerudung untuk Keperluan Syuting, Langsung Ramai Dikomentari

Ia menjelaskan, situasi sudah terkendali setelah aparat TNI dan Polri tiba. Jenazah sempat disemayamkan di rumah adat dan pihak medis sudah melakukan visum.

Camat Witihama Laurens Lebu Raya memastikan semua korban berjenis kelamin laki-laki. Empat korban dari suku Kwaelaga dan dua korban dari suku Lamatokan.

"Saat ini situasi sudah semakin kondusif karena gabungan aparat TNI dan Polri sudah langsung diterjunkan ke lokasi sengketa dan rumah duka. Sementara terkendali. Tidak ada amukan, karena ini masalah ada hubungan dengan adat," kata Laurens via telepon.

Ia menjelaskan, proses evakuasi korban ke rumah duka sedikit terkendala akibat cuaca buruk.

Laurens menambahkan tanah yang disengketakan juga bukan tanah ulayat melainkan batas tanah milik perorangan.

"Lokasi itu kan sengketa sudah lama sehingga mereka baku ketemu. Itu kan masalah batas, akhirnya sampai pembantaian itu. Situasi aman terkendali. Lalu kita kerja sama dari romo, pemerintah, kita semua ada di sini," ujar Laurens yang saat dihubungi sedang berada di rumah duka. (ius/ll/kompas.com/ant)

Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Agus Boli Sesal 6 Warga Tewas Perang Antarsuku di Flores Timur

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini