Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Fatimah
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Gunung Anak Krakatau erupsi, Jumat (10/4/2020) sebanyak dua kali yaitu pada pukul 21.58 WIB dan pukul 22.35 WIB.
Tipe letusan yang terjadi adalah strombolian dengan tinggi kolom letusan kurang lebih 500 meter.
Namun banyak yang mengaitkan erupsi tersebut dengan suara dentuman yang terjadi di Jakarta, Bogor, dan Depok pada 11 April dini hari.
Vulkanolog Institut Teknologi Bandung ( ITB) Dr.Eng. Mirzam Abdurrachman, S.T., M.T., mengatakan, sampai saat ini belum diketahui secara pasti sumber asal suara dentuman tersebut.
Suara dentuman bisa terjadi salah satunya karena aktivitas magma dari suatu gunung api, akibat perpindahan magma secara tiba-tiba dari dapur magma ke lokasi yang lebih dangkal.
Kejadian ini mengakibatkan terjadinya kekosongan dan ambruknya dapur magma dalam, sehingga menghasilkan dentuman dan getaran di daerah sekitarnya.
Fenomena yang sering dijuga disebut underground explosion ini bisa dan tidak selalu diikuti oleh suatu erupsi gunung api.
Baca: Peta Sebaran Kasus Corona di Bali 12 April 2020: Ada 2 Kasus Positif Baru, Terbanyak di Denpasar
Baca: Jokowi Direncanakan Ikuti KTT Istimewa ASEAN dan ASEAN Plus Three Lewat Video Conference
“Namun hal tersebut masih perlu mendapat dikaji terlebih dahulu dengan data kegempaan serta perubahan temperatur dan pelepasan gas dari Gunung-gunung di sekitar Jabodetabek dan juga Gunung Anak Krakatau,” ujarnya dikutip Tribunjabar.id dari laman ITB, Minggu (12/4/2020)
Hipotesis tersebut didasarkan pada peristiwa serupa yang terjadi di tiga gunung api di tiga negara yaitu, Gunung Api Miyakejima Jepang (tahun 2000), Gunung Piton de La Fournaise Pulau Reunion (tahun 2007), dan gunung di Kepulauan Mayotte Prancis (tahun 2018).
Dosen Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB tersebut memastikan hipotesis atau dugaan tersebut masih perlu dikaji dan dibuktikan apakah dentuman keras misterius tersebut mempunyai hubungan dengan erupsi Gunung Anak Krakatau pada Jumat lalu.
Terletak di Selat Sunda Provinsi Lampung, Gunung Anak Krakatau berada di antara Pulau Panjang, Sertung dan Pulau Rakata.
Dijelaskannya, letusan Gunung Anak Krakatau termasuk tipe strombolian dan vulkanian yang memiliki energi letusan tergolong rendah hingga sedang.
Berdasarkan data Volcanic Explosivity Index (VEI), Gunung Anak Krakatau miliki nilai VEI 2-3 artinya tergolong rendah hingga sedang.
Menurutnya, Gunung Anak Krakatau baru muncul ke permukaan sejak tahun 1927.
Sejak tahun tersebut, Gunung Anak Krakatau tumbuh besar dan mempesona.
Gunung Anak Krakatau adalah sisa sejarah panjang letusan Krakatau Purba yang berlangsung sejak abad ke-5, hingga letusan di tahun 1883 yang hanya menyisakan Rakata, Panjang dan Sertung.
Baca: Lupa Kasih ASI ke Bayi Gara-gara Keasikan Main Tik Tok, Shandy Aulia Diancam Suami Tidur Di Sini
Baca: Update Corona DKI Jakarta 12 April: 2.044 Kasus Terkonfirmasi, 142 Sembuh, 195 Meninggal
Hampir setiap tahun Gunung Anak Krakatau memperlihatkan aktivitas vulkanisme.
Pola letusannya pun kini tercatat semakin teratur sejak tahun 2008.
Letusan eksplosif dan efusi tersebut datang silih berganti setiap 2 tahun sekali dan membentuk sebuah pola. Sampai saat ini, tingkat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau masih tetap pada Level II (Waspada). (siti fatimah)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judulSuara Dentuman Terkait dengan Erupsi Gunung Anak Krakatau? Begini Penjelasan Vulkanolog ITB