TRIBUNNEWS.COM - Munculnya keinginan Achmad Purnomo untuk mundur dari bursa calon Wali Kota Solo di Pilkada 2020 mencuri perhatian dari sejumlah kalangan.
Termasuk dari pengamat politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Supriyadi SN.
Supriyadi menjelaskan, sinyal pertama kali yang dia lihat dari keinginan politisi PDI Perjuangan itu mengenai size of price.
Baca: Achmad Purnomo Mundur di Pilkada Solo, Pengamat: Gibran Untungnya Dobel-dobel
Baca: Ini Alasan Pengamat Politik Puji Langkah Achmad Purnomo yang Ingin Mundur dari Pilkada Solo
Utamanya sisi kemanusiaan yang dimunculkan Achmad Purnomo dalam melihat kondisi pandemi Covid-19 saat ini.
"Yang pertama kali saya tangkap dari Pak Achmad Purnomo adalah size of price."
"Dia mengedepankan krisis pandemi ini, menjadi perhatian semua komponen masyarakat. Jadi menurut saya ia menggunakan sisi-sisi kemanusian. Tidak elok dan tidak etis masih ada pandemi kok ada kampanye ini kan tidak etis," ucap Supriyadi kepada Tribunnews, Minggu (27/04/2020).
Sedangkan sisi size of price itu sendiri berasal dari moral dan etika politik yang dimiliki oleh seseorang.
Supriyadi memberikan apresiasinya kepada pola pikir yang digunakan Achmad Purnomo dengan mengedepankan etika politiknya.
"Secara berfikir bagus, artinya beliau menggunakan etika politik."
"Ini tidak hanya masalah bicara saja, tapi juga masalah tindakan, strategi dan sebagainya, itu etika politik yang dipakai oleh Bapak Purnomo," ucapnya.
Mundurnya Achmad Purnomo untuk Cegah Perpecahan?
Supriyadi juga memandang mundurnya Achmad Purnomo dari bursa calon Wali Kota Solo sebagai cara untuk mencegah konflik perpecahan di internal PDI Perjuangan.
Hal ini mengingat Achmad Purnomo maupun rivalnya, Gibran Rakabuming Raka memiliki pendukung setianya masing-masing.
Sehingga dengan mundurnya Achmad Purnomo dinilai memiliki dampak positif tersendiri untuk partai berlambang kepala banteng itu.