TRIBUNNEWS.COM, SALATIGA - Ini cerita tentang Sugiman, warga Kota Salatiga yang terpaksa tinggal di bekas kandang sapi.
Kehidupan Sugiman dan keluarganya menjadi potret kemiskinan yang masih terlihat di kota itu.
Baca: Gadis Diperkosa Pacarnya Sendiri di Kebun Singkong, Pelaku Ancam Korban yang Sempat Menolak
Melansir dari Kompas.com, Sugiman dan keluarganya tinggal di rumah yang beralaskan tanah.
Atapnya yang tampak reot itu membuat dirinya dan keluarga selalu was-was ketika hujan turun.
Sebab, tetesan air hujan kerap rembes dari atap dan menetes ke lantai tanah.
Sugiman (57) tinggal di tengah kebun yang berada di wilayah RT 1/RW 5 Gendongan, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga sejak enam tahun lalu.
Tak sendiri, bersamanya ada Ika Yuliana (32) sang istri dan ketiga anaknya.
Anak tertua berusia 12 tahun, tujuh tahun, dan yang terkecil, lima tahun.
Sugiman mengatakan, tempat tinggalnya saat ini adalah bekas kandang sapi milik orang lain.
"Saya menjaga kebun milik Pak Sukiman dan tinggal di sini sejak enam tahun lalu," ujarnya.
Sebelumnya, dia tinggal di RT 8/RW 3 Gendongan.
Namun karena ada permasalahan keluarga, rumahnya dijual hingga dia pindah ke daerah Noborejo.
Tak lama kemudian, dia kembali ke Gendongan dan menempati bekas kandang sapi yang berada di lahan Sukiman.
Saat pertama menempati, kata Sugiman, tempat tinggalnya tak memiliki dinding.
Perlahan, dia meminta material kepada beberapa tetangga dan mengais di tempat pembuangan.
Saat ini, tempat tinggalnya sudah ada tembok setinggi 50 centimeter dan dindingnya dari anyaman bambu.
Tempat tinggalnya yang berukuran 3x6 meter terbagi atas dua sekat, satu untuk dapur dan amben, dan ruang dalam untuk tidur lima orang.
"Awal-awal penerangan di sini hanya senter. Lalu kami menyalur listrik. Tapi dicabut, menyalur lagi, lalu dicabut lagi," jelas Sugiman.
Hingga dia meminta tolong kepada Sugiman dan hingga saat ini telah menikmati aliran listrik.
Dia mengaku, listrik sangat penting karena untuk belajar anak-anaknya.
Selain itu agar terhindar dari binatang.
"Paling sering masuk sini itu ular, saya menangkap yang berukuran besar sebanyak lima kali. Kalau yang kecil-kecil palingan saya halau biar keluar," ungkapnya.
Sugiman mengaku tak memiliki pekerjaan tetap.
"Saya buruh pemetik kelapa, upahnya dua butir untuk satu pohon. Tapi sudah satu bulan ini menganggur karena ada corona," jelasnya.
Sementara istrinya kerja membantu di tetangga dengan upah Rp 300 ribu per bulan.
"Yang paling susah disini itu air karena harus mengambil dengan jalan kaki sekitar 300 meter. Itu sebenarnya tandon warga Nanggulan untuk menyirami tanaman, tapi kami ambil buat keperluan sehari-hari," terang Sugiman.
Dia mengaku belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah.
Padahal, dirinya memiliki seluruh syarat administrasi seperti KTP dan KK.
Sugiman mengaku pernah menanyakan hal ini kepada perangkat.
"Namun karena saya tinggal di beda RT dan RW, jadi tidak dapat. Termasuk bantuan untuk warga yang terkena dampak corona, saya juga tidak dapat," papar Sugiman.
Terpisah, Wali Kota Salatiga Yuliyanto menugaskan Dinas Sosial untuk melakukan pengecekan.
"Pokoknya tidak boleh ada warga yang tidak mendapat bantuan, apalagi memiliki KTP Salatiga, segera kita tindaklanjuti," ungkapnya.
Baca: Jelang New Normal, Harga Face Shield di Pasar Pramuka Jakarta Berkisar Rp 35.000 Hingga Rp 125.000
Sementara Kepala Dinas Sosial Kota Salatiga Rochadi menyampaikan penyaluran bantuan diusulkan oleh RT, RW, dan diteruskan ke Kelurahan dengan diketahui kecamatan.
"Mekanismenya seperti itu, tapi jangan sampai ada yang terlewat. Kita sisir lagi untuk yang berhak menerima bantuan," ungkapnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: 6 Tahun Tinggal di Bekas Kandang Sapi, Sugiman Berharap Bantuan Pemerintah