News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Ibu Hamil Nekat Mandikan Jenazah Mertua yang Positif Corona, Kini Tertular Covid-19, Suami Ditahan

Editor: Ifa Nabila
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pasien Covid-19.

Mereka membawa pulang jenazah beserta tempat tidur rumah sakit ramai-ramai.

Ancaman hukuman lebih dari 5 tahun

Mantan Kapolres Purwakarta itu menerangkan, keempat orang bisa dikenai ancaman kurungan penjara di atas lima tahun, karena melanggar sejumlah aturan perundang-undangan.

"Pasalnya jelas yaitu adanya UU wabah penyakit, UU karantina wilayah, UU KUHP pasal 214 dan pasal 216. Ancaman hukuman di atas 5 tahun," pungkasnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunjatim.com, UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular mendefinisikan, wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.

Pasal 1 ayat 10 UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Adapun pasal 216 ayat (1) berisi tentang, barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana, demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan Uu yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Lalu ada pasal 214 KUHP ayat (1) berisi tentang Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Dan ayat (2): yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka dan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat, serta pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika mengakibatkan orang mati.

Petugas medis sampai berlindung

Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi mendapatkan penjelasan dari Dirut RS Paru bahwasanya pasien yang meninggal pada 4 Juni 2020 dini tersebut telah mendapatkan perawatan yang maksimal dari Tim RS Paru.

Pada saat pasien meninggal, Pihak RS Paru langsung menghubungi keluarga berulang kali namun tidak kunjung tersambung.

RS Paru baru bisa tersambung dengan pihak keluarga pada sekitar jam 8 pagi.

Selanjutnya, keluarga pasien datang ke RS Paru dan dijelaskan oleh dokter jaga terkait kronologi meninggalnya pasien tersebut.

Keluarga kemudian meminta izin untuk berunding dengan keluarga yang lain, sampai pukul 8.30 WIB.

"Jadi mulai jam lima meninggalnya. Kemudian jam sembilan ada dua orang dari keluarga pasien yang meminta masuk untuk memastikan bahwa yang meninggal itu ibunya," ujar Joni, Selasa (9/6/2020).

Petugas pun menyiakan APD untuk keluarga tersebut sebelum masuk melihat jenazah yang sudah dibungkus plastik sebagaimana protokol Covid-19 dijalankan.

"Setelah keluarga melihat, petugas melanjutkan perawatan jenazah kembali sesuai dengan protokol COVID-19. Kemudian yang melihat jenazah itu juga berunding lagi dengan keluarga yang lain," ucap Joni.

Selanjutnya, sekitar pukul 11.00 WIB, sekitar 10 sampai 11 orang menuju lantai empat ruang isolasi jenazah dan tiba-tiba membawa paksa jenazah beserta tempat tidur.

"Jam 11.05 WIB, petugas lapor ke direktur bahwa keluarga pasien membawa paksa jenazah. Selanjutnya melapor ke security supaya keluarga membawa jenazah dihentikan," ujar Joni.

"Dan ini juga sudah dilaporkan ke kepolisian, Babinkamtibmas bahwa pasien atau jenazah tersebut adalah pasien COVID-19, yang sebelumnya dirawat di Rumah Sakit PHC Surabaya, hasil PCRnya positif," ucap Joni.

Petugas pun tak berhasil menghalangi hal tersebut.

Akhirnya Direktur RS Paru memerintahkan perawat dengan menggunakan APD lengkap datang ke rumah almarhum untuk membantu pemulasaran jenazah.

"Bayangkan, sampai perawat datang ke rumah almarhum dengan dua ambulans," lanjut Dirut RSUD dr Soetomo ini.

Namun bukannya disambut baik, sesampainya di rumah duka ratusan orang menolak jenazah dirawat sesuai dengan protokol jenazah COVID-19.

"Selanjutnya, masa anarkis dengan memukul mobil ambulan dan mendorong petugas, tidak ada polisi pada waktu itu. Petugas sampai berlindung ke depot air isi ulang," ucap Joni.

"Dan petugas kembali ke rumah sakit, setelah jenazah dibawa oleh mobil ambulans menuju ke TPU Keputih Surabaya," lanjutnya.

Joni menejelaskan, sebenarnya perilaku anarkis tersebut jika mengacu kepada undang-undang karantina, itu ada sanksinya.

"Siapapun yang berbuat sesuatu yang berlawanan dengan protokol kesehatan untuk mencegah penularan penyakit bisa di sanksi. Hukumannya pidana bukan sanksi administrasi" ucap Joni.

"Cuma ini orang yang sudah meninggal dan keluarga dalam keadaan sedih masa akan dilaporkan ke polisi," lanjutnya.

Namun ia menyayangkan, perilaku yang bisa membahayakan orang lain tersebut. Yaitu pemulasaraan jenazah Covid-19 yang tidak tepat.

"Saya kira ini pelajaran karena Covid-19 ini adalah barang baru sehingga terkadang belum diterima oleh masyarakat," ujar Joni. (SURYA.co.id/Firman Rachmanudin)

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Nekat Mandikan Jenazah Covid-19 saat Hamil, Ibu Muda di Surabaya Positif Virus Corona, Suami Ditahan

 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini