Saat itu, ia sempat bingung, tetapi ternyata malah dikasih amplop berisi uang.
Ternyata salah seorang guru mengirim nama uniknya di kolom di rubrik sungguh-sungguh terjadi pada salah satu koran lokal.
Honornya semuanya diserahkan ke dirinya.
"Saat SMP nama saya dimasukkan di kolom 'Sungguh-sungguh terjadi' oleh guru. Setelah dimuat honornya diberikan ke saya," kata Pinta.
Dia mengaku tak pernah berkinginan untuk mengganti nama yang diberikan oleh pasangan dari Priyatmo Subarkah dan Rina Karwati.
Dia mengaku bangga dan tetap akan menggunakannya.
Tradisi nama unik ada sejak zaman dulu Anggota Dewan Kebudayaan Gunungkidul CB Supriyanto mengatakan, penamaan nama unik ada sejak jaman dulu.
Tahun 50-an sampai 70-an banyak dijumpai nama hari seperti Kemis, Pon, Wage, dan nama bulan seperti Suro.
Hal itu dianggap lumrah karena orangtua masa itu ingin mengingat bayinya lahir dihari itu.
"Seperti bulan suro, itu banyak dipakai karena bulan yang dikeramatkan bagi sebagian yang percaya," kata CB Supriyanto.
Dia mengatakan, di masyarakat Jawa juga ada tradisi mengubah nama setelah menikah, atau disebut nama tua.
Nama yang diberikan sejak lahir akan dirubah setelah menikah.
Namun hal itu sudah jarang ditemui saat ini, termasuk nama unik menggunakan hari atau bulan.
Nama yang terdengar unik namun tetap bermakna baik banyak digunakan masyarakat jawa.
"Sekarang sudah jarang, gantinya seperti tali ravia kemarin yang ramai itu," ucap dia.
Sebelumnya nama unik disandang oleh pelajar kelas XII SMK N 1 Saptosari bernama Dita Leni Ravia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Unik, Pria Gunungkidul Ini Bernama 'Pintaku Tiada Dusta'"