"Istri saya masak dalam jumlah yang banyak, jadi anak-anak itu semangat. Ya akhirnya kita masak buat anak-anak, setiap Sabtu kita kasih makan sekaligus sebagai tempat ibadah," lanjut dia.
Tidak ketinggalan, Kolonel Edward juga berupaya mengajari mereka menanamkan nilai-nilai penting kehidupan. Anak-anak Papua tersebut akhirnya bercerita kepada orang tuanya atas sosok Kolonel Edward Sitorus yang mereka sapa dengan nama Pak Edo.
"Kita merangkul, terus orang tuanya melihat anak-anak mereka bermain di rumah kami, akhirnya para orang tua mereka juga ikut datang," paparnya
Kehadiran para orang tua anak-anak Papua tersebut menjadi kesempatan bagi Kolonel Edward untuk mengubah pandangan yang selama ini kerap kali dianggap bahwa tentara di Papua adalah pembunuh.
"Saya katakan, tentara itu hanya melakukan tugasnya saja. 'Iya pak kami pikir kami takut tentara' ya kita tahu lah ya. Jadi mengubah image itu pelan-pelan. Memang tidak gampang," paparnya.
Upayanya untuk mengubah pandangan itu menjadi tidaklah mudah, secara pribadi Ia mengaku hampir dua tahun lamanya berjuang untuk bisa diterima oleh mereka di Papua sebagai 'saudara'.
"Setelah mereka menerima kita sebagai keluarga barulah saya jelaskan bahwa Kodam itu ada di Papua untuk melindungi rakyat, mereka juga mulai terbuka," tuturnya.
Rasa syukur yang mendalam baginya adalah pada suatu kesempatan, Kolonel Edward pernah berkenalan dengan orang baru di Papua yang ternyata telah mengenal dia sebelumnya. Ternyata hal tersebut dikarenakan anak-anak yang selama ini sering bermain dan ibadah dirumah, bercerita kepada saudara-saudara mereka di kampung.
"Kok bapak tahu? Iya mereka cerita pak. Haduh saya, puji Tuhan. Terima kasih pak sudah merawat anak-anak kami, saya jadi terharu, hal-hal itu yang membuat saya makin lama, makin betah, dan gak bisa dinilai dengan uang," sambungnya.
Hal tersebut membuat dirinya merasakan rasa syukur yang luar biasa, lantaran membuat orang lain menjadi senang. Dukungan sang Istri pun terus menjadi dorongan baginya untuk terus mengayomi anak-anak Papua.
Sempat merasa khawatir tidak cukup anggaran untuk membuat masakan bagi mereka, namun sang istri yakin bahwa berkat Tuhan selalu mengalir.
"Beras itu berapa kilo setiap bulan itu gak hitung-hitungan. Pasti ada saja (rezeki)," paparnya.
Waktu berjalan, Kolonel Edward merasa sedih lantaran harus meninggalkan Papua. Lantaran Ia sangat mencintai anak-anak Papua, bahkan sempat khawatir siapa yang menggantikannya untuk bisa mengayomi mereka.
"Saya dengan istri menangis karena harus meninggalkan mereka. Gimana ada lagi gak Tuhan kirimkan orang yang sayang dengan mereka, saya sampai berpikir seperti itu," tuturnya dengan haru.