TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA - Sebagai pembina klub Sepakbola Uni Papua, Kolonel Kav Edward Sitorus dengan berat hati harus melepaskan tanggung jawabnya dalam memajukan klub Sepakbola di tanah Papua seiring dengan berakhir masa jabatan sebagai Staf Ahli Pangdam XVII/Cenderawasih Papua dan juga Ketua Pusat Koperasi Kartika Cenderawasih.
Kolonel Kav Edward Sitorus sejak tanggal 8 Juli sudah menjabat sebagai Direktur Pembinaan Doktrin Pusat Kesenjataan Kavaleri di Bandung Jawa Barat.
Selama bertugas di Papua, bekerjasama dengan perkumpulan sepak bola sosial Uni Papua dia telah membagikan 3000 bola untukk anak-anak Papua, karena menurutnya talenta bermain bola yang dimiliki oleh anak anak Papua sangat luar biasa.
"Selain ingin menyalurkan bakat alami yang dimiliki oleh anak-anak Papua, melalui pendampingan pelatihan sepak bola juga dapat menanamkan nilai nilai pembentukan karakter yang baik bagi anak-anak muda Papua sehingga diharapkan bisa menghasilkan anak muda yang bertanggung jawab dan memiliki Integritas," jelas Edward Sitorus.
Bagi Edward Sitorus anak-anak Papua sangat berharga, dan dia merasa sedih harus melepas anak-anak Papua yang selama ini dia ayomi bersama keluarga saat bertugas di Papua. Kolonel Edward pun menceritakan bagaimana berharganya mereka.
Tahun 2016, Kolonel Edward bekerja sebagai Asisten Teritorial Kodam XVII/Cenderawasih, yang kemudian naik jabatan menjadi Staf Ahli Pangdam XVII/Cenderawasih merangkap sebagai Ketua Pusat Koperasi Kartika Cenderawasih.
Kolonel Edward menceritakan bahwa sebenarnya Ia telah berada di Papua sejak 12 tahun lamanya, hanya saja tugasnya kerap kali dipindahkan ke wilayah lain dan kembali Papua.
Selama di Papua, Kolonel Edward sempat dinilai oleh rekan-rekannya memiliki bisnis dan usaha di Papua sehingga menjadikannya betah di Papua. Namun dibantahnya dengan tegas, bukan karena bisnis ataupun usaha, melainkan Papua memang menjadi wilayah kecintaannya, bahkan Papua dianggap sebagai wilayah yang dekat, hal ini juga didukung oleh keluarga yang mengikuti kemana pun dia bertugas.
"Karena sudah menjadi komitmen saya dan keluarga serta anak-anak, kemanapun bertugas pasti ikut, jadi tugas dimanapun tidak terasa jauh. Karena di Papua pun saya dekat dengan anak dan istri makanya saya betah," papar Edward Sitorus.
Kecuali kata dia, jika keluarga tidak mengikutinya betugas maka akan terasa jauh. Rasa nyamannya di Papua juga lantaran karena ada anak-anak Papua yang sering bermain di dekat rumahnya, yang lambat laun dia ayomi, hingga anak-anak Papua menganggap dirinya sebagai 'ayah angkat'.
"Kalau lihat awal-awal itu kasihan mereka, orangtuanya ada yang kerja di pasar, jadi mereka gak ada pendampingan dari orang tua. Hingga akhirnya saya tergerak bagaimana kita bina mereka, dari mulai tahun 2011 pertama di Jayapura, saat mereka masih kecil-kecil, akhirnya kami menjadi akrab dengan mereka," papar Edward Sitorus.
Kolonel Edward bahkan mengganggap mereka sebagai anak asuh, binaan. Ibadah bersama pun dilakukan Kolonel Edward dengan mereka yang jumlahnya antara 50 hingga 100 orang.
"Kalau ramai itu bisa 150-an orang, mereka datang sendiri. Karena kita terbuka untuk mereka, saya bilang ini rumah kalian, ini rumah tentara, rumah tentara juga rumahnya rakyat, ya jadi ini rumah kalian juga, jadi mereka bebas main," sambungnya.
Kebetulan pekarangan rumahnya menjadi salah satu yang terbesar, tidak pelak ibadah bersama dengan anak-anak Papua mendapatkan dukungan dari para pastor/pendeta. Terlebih sang istri yang hobi memasak dan sering mengadakan makan bersama, membuat anak-anak itu semakin betah dengan kehadiran Kolonel Edward Sitorus.
"Istri saya masak dalam jumlah yang banyak, jadi anak-anak itu semangat. Ya akhirnya kita masak buat anak-anak, setiap Sabtu kita kasih makan sekaligus sebagai tempat ibadah," lanjut dia.
Tidak ketinggalan, Kolonel Edward juga berupaya mengajari mereka menanamkan nilai-nilai penting kehidupan. Anak-anak Papua tersebut akhirnya bercerita kepada orang tuanya atas sosok Kolonel Edward Sitorus yang mereka sapa dengan nama Pak Edo.
"Kita merangkul, terus orang tuanya melihat anak-anak mereka bermain di rumah kami, akhirnya para orang tua mereka juga ikut datang," paparnya
Kehadiran para orang tua anak-anak Papua tersebut menjadi kesempatan bagi Kolonel Edward untuk mengubah pandangan yang selama ini kerap kali dianggap bahwa tentara di Papua adalah pembunuh.
"Saya katakan, tentara itu hanya melakukan tugasnya saja. 'Iya pak kami pikir kami takut tentara' ya kita tahu lah ya. Jadi mengubah image itu pelan-pelan. Memang tidak gampang," paparnya.
Upayanya untuk mengubah pandangan itu menjadi tidaklah mudah, secara pribadi Ia mengaku hampir dua tahun lamanya berjuang untuk bisa diterima oleh mereka di Papua sebagai 'saudara'.
"Setelah mereka menerima kita sebagai keluarga barulah saya jelaskan bahwa Kodam itu ada di Papua untuk melindungi rakyat, mereka juga mulai terbuka," tuturnya.
Rasa syukur yang mendalam baginya adalah pada suatu kesempatan, Kolonel Edward pernah berkenalan dengan orang baru di Papua yang ternyata telah mengenal dia sebelumnya. Ternyata hal tersebut dikarenakan anak-anak yang selama ini sering bermain dan ibadah dirumah, bercerita kepada saudara-saudara mereka di kampung.
"Kok bapak tahu? Iya mereka cerita pak. Haduh saya, puji Tuhan. Terima kasih pak sudah merawat anak-anak kami, saya jadi terharu, hal-hal itu yang membuat saya makin lama, makin betah, dan gak bisa dinilai dengan uang," sambungnya.
Hal tersebut membuat dirinya merasakan rasa syukur yang luar biasa, lantaran membuat orang lain menjadi senang. Dukungan sang Istri pun terus menjadi dorongan baginya untuk terus mengayomi anak-anak Papua.
Sempat merasa khawatir tidak cukup anggaran untuk membuat masakan bagi mereka, namun sang istri yakin bahwa berkat Tuhan selalu mengalir.
"Beras itu berapa kilo setiap bulan itu gak hitung-hitungan. Pasti ada saja (rezeki)," paparnya.
Waktu berjalan, Kolonel Edward merasa sedih lantaran harus meninggalkan Papua. Lantaran Ia sangat mencintai anak-anak Papua, bahkan sempat khawatir siapa yang menggantikannya untuk bisa mengayomi mereka.
"Saya dengan istri menangis karena harus meninggalkan mereka. Gimana ada lagi gak Tuhan kirimkan orang yang sayang dengan mereka, saya sampai berpikir seperti itu," tuturnya dengan haru.
Tidak lupa, Ia juga mengingat kebaikan para orang tua anak-anak Papua di mana salah satunya ada yang berjualan sayuran. Bukannya menerima uang pembelian dari istri, kami malah diminta untuk mengambil sayur tersebut tanpa bayar. Hal tersebut terjadi lantaran anak dari penjual sayur tersebut selalu diayomi olehnya.
"Kan ada mamanya jualan sayur, kalau istri saya datang ke situ mereka langsung gak mau dibayar malah dikasih, kalau gini caranya kita gak mau belanja di sini, jangan mama katanya, abis gak mau dibayar," sambunganya.
Kini Kolonel Edward harus meninggalkan Papua kembali, sebab situasi yang sama pada Tahun 2015 dia juga sempat pindah ke Kupang dan kembali ke Papua. Namun kali ini dirasa berbeda, anak-anak Papua termasuk para orangtuanya turut bersedih melepas Kolonel Edward yang harus bertugas di Bandung.
"Ya mereka berat hati juga," paparnya.
Kolonel Edward yang juga dikenal sebagai Youtuber dari TNI AD ini, juga menyampaikan agar channelnya serta postingan di sosial medianya terkait orang-orang Papua, diharapkan menjadi inspirasi bagi masyarakat lainnya untuk membantu saudara-saudara kita di Papua.
"Dengan mengupload ini, saya bukan mau pamer tapi mengundang teman dan banyak orang di Jakarta yang ingin menyalurkan bantuan tapi gak tau kemana, akhirnya usai melihat postingan saya mereka kasih baju, tas, bola, susu dan lain lain. Saya hanya menyalurkan saja, hasilnya saya share di media sosial," ujarnya.
"Positifnya orang bisa melihat dunia yang lain, dan bisa menyalurkan berkat bagi banyak orang," tutur Edward Sitorus.