Sebab, kata dia, ada warga yang menolak dan mendukung DPRD Jember menggunakan HMP.
Ia tak mau kerumunan itu malah berpotensi menjadi wadah penyebaran Covid-19.
Penerapan protokol kesehatan sulit dilakukan saat warga berkerumun.
Apalagi, warga belum diizinkan berkumpul selama pandemi Covid-19.
Faida pun merasa wajar jika menyampaikan pendapat secara daring lewat konferensi video.
“Pemberian pendapat oleh kepala daerah dalam paripurna DPRD secara daring sama sekali tidak akan menyebabkan rapat paripurna DPR menjadi tidak sah,” katanya dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Jember yang menjadi pemimpin rapat sidang paripurna, Ahmad Halim mengatakan kepada anggota dewan peserta sidang bahwa Bupati Faida telah mengirimkan surat kepada ketua DPRD Jember.
Melalui surat bertanggal 21 Juli itu, Faida menyatakan akan menghadiri rapat paripurna itu melalui media 'video conference'.
Baca: Berikut Peta Persebaran Kasus Baru Covid-19 di Jatim, Terbanyak Ada di Kota Surabaya
3. Alasan Pemakzulan
Masih dikutip dari Kompas.com, Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi mengatakan, DPRD tak menginginkan keberadaan Bupati Faida.
Sebab, hak interpelasi dan hak angket yang digunakan DPRD Jember tak digubris.
“Rekomendasi (hak angket) diabaikan oleh bupati, tidak ditindaklanjuti,” tambah dia.
DPRD Jember menganggap bupati telah melanggar sumpah jabatan dan Undang-undang.
Secara rinci kekecewaan DPRD Jember tertuang dalam berkas usulan HMP sebanyak 120 halaman.