Saat usia kandungan IN sudah 9 bulan, IN mengaku tidak merasakan sakit apapun.
Meski petugas Dinas Sosial semakin intens memeriksa kondisinya, ia tak mau mengaku kalau sudah saatnya melahirkan.
Kondisi IN diketahui dari VR yang menceritakan tubuh ibunya penuh air, yang ternyata ketubannya sudah pecah.
‘’Kita segera larikan ke puskesmas, dan dirujuk ke RSUD, kita buatkan BPJS dan juga akte lahir, datanya kita isi dari hasil asessment saja, ini darurat dan demi kemanusiaan,’’urainya.
Dinsos kesulitan mengatasi IN dan kedua anaknya
Keadaan IN yang demikian membingungkan Dinas Sosial.
Masalah VR yang butuh penanganan khusus karena sering melihat adegan tak sepantasnya dilihat dan bayi yang belum genap berusia 3 bulan menjadikan Dinas Sosial Nunukan pusing tujuh keliling.
Mau ambil si anak VR untuk dididik di panti asuhan agar memiliki masa depan, mereka takut akan reaksi IN.
Sebab, menurut Yaksi, IN tak segan melukai diri sendiri dan lepas kendali saat jauh dari anak.
"Ini simalakama, kalau kita ambil anaknya untuk dititipkan ke panti dia ngamuk, dan tentu ada anggapan terutama LSM yang mempertanyakan kenapa kita tega memisahkan anak dari orangtuanya, kalau kita biarkan terus sama ibunya, bagaimana masa depan anak itu, bagaimana kondisi kejiwaannya dengan semua peristiwa yang dia alami?" keluhnya.
Sejauh ini Dinas Sosial hanya bisa menanggung makanan dan susu si bayi. Bayi malang tersebut tidak pernah merasakan air susu ibu (ASI).
Petugas Dinsos lah yang selama ini banyak mengurus si jabang bayi baik urusan mandi dan terkadang membuatkan susu hangat juga keperluan lainnya.
RPTC tidak layak dan anggaran nihil untuk Dinas Sosial
Kabupaten Nunukan yang tengah mengalami defisit anggaran tidak mengalokasikan dana bagi RPTC selain konsumsi.
Hal ini membuat penanganan bagi sekitar 7 orang terlantar dan ODGJ yang ditempatkan di gedung ini tidak maksimal.
‘’Kita tidak ada anggaran untuk mengurusi orang terlantar atau ODGJ, sesuai namanya saja karena kita Dinas Sosial, jadi lebih ke bekerja sosial,’’ katanya.