TRIBUNNEWS.COM, PAGARALAM - Dua siswi SMA Negeri di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan terpaksa harus menjadi buruh harian sebagai pemetik kopi di kebun.
Keduanya berusaha mengumpulkan pundi-pundi rupiah agar bisa membeli kuota, smartphone, serta laptop untuk kebutuhan belajar mereka.
Smartphone, kuota internet, serta laptop menjadi hal penting dalam menunjang belajar siswa di tengah pandemi Covid-19 karena penerapan sistem pembelajaran jarak jauh.
Baca: Setelah Aksi Petani Pagaralam Buang Hasil Panen ke Jalan, Kini Harga Tomat Naik jadi Rp 900 per Kg
Rika dan Wulan harus bekerja dikebun sebagai pemetik kopi harian dengan upah Rp 50 ribu perhari.
Hal tersebut mereka lakukan agar bisa mengikuti sistem belajar jarak jauh.
"Saya saat libur sekolah terpaksa harus menjadi butuh harian pemetik kopi dengan upah Rp 50 ribu perhari. Hasilnya untuk membeli kuota Hp pak," ujar Wulan.
Dirinya harus mulai bekerja sejak pukul 09.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB.
"Kami bekerja selama lima jam dan akan mendapat upah sebesar Rp 50 ribu saja," ungkapnya.
Baca: Kelakuan Bejat Kakek di Pagaralam Selama 2 Tahun Terungkap Setelah Bocah Cilik Curhat ke Tantenya
Jika Wulan menjadi pekerja buruh harian pemetik kopi untuk membeli kuota, lain dengan Rika.
Rika sengaja menjadi buruh harian dengan tujuan untuk membeli Smartphone.
"Upah yang saya terima saya kumpulkan untuk dapat membeli Hp. Karena selama ini saya harus pinjam Hp teman agar bisa belajar online," kata Rika.
Orang tua Rika, sangat keberatan dengan sistem belajar online yang saat diditerapkan pemerintah.
Alasannya dengan sistem tersebut harus butuh biaya banyak seperti untuk membeli kuota internet.
"Rika ini juga belum punya Hp jadi harus pinjam punya tetangga. Untuk itu dia bekerja sebagai buruh petik kopi dengan harapan uang upah yang didapat bisa dikumpulkan untuk membeli Hp," ujarnya
Respons DPRD
Menyikapi hal tersebut, Ketua DPRD Kota Pagaralam Jenni Sandiyah angkat bicara.
Seharusnya pihak sekolah dapat mendata siswa yang tidak mampu di setiap sekolah.
Hal ini untuk membantu agar siswa yang tidak mampu tersebut tetap bisa belajar meskipun tidak secara online atau daring.
"Sebenarnya pihak sekolah sudah menyiapkan sistem lain agar semua siswa dapat belajar meskipun bukan dengan cara online."
"Pihak sekolah menyiapkan sistem Luring yaitu siswa bisa datang kesekolah untuk mendapatkan tugas dari guru mata pelajaran," ujarnya.
Baca: Mendikbud Nadiem Makarim: Sekolah yang Gelar Tatap Muka Tetap Berlakukan Pembelajaran Jarak Jauh
Nantinya siswa dan guru bisa menentukan waktu mengambil tugas dan menyerahkannya kembali kesekolah.
"Sistem ini juga bisa membantu siswa dapat belajar meskipun tidak memiliki smartphone dan tidak mampu membeli kuota internet," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pagaralam, Cholmin belum lama ini menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan rapat koordinasi dengan Gugus Tugas terkait rencana akan menggelar KBM dengan tatap muka.
"Kita sudah rapatkan ini dengan pihak Gugus Tugas. Rencananya KBM tatap muka akan kita lakukan namun dengan protokol kesehatan.
Baca: Soal Pembelajaran Jarak Jauh, Menteri Nadiem Diminta Banyak Turun Lapangan
Siswa hanya sekolah tiga hari sekali karena kita akan memberlakukan sistem sekolah ganjil genap," ujarnya.
Sistem ini akan menjadi rencana KBM untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa baik masalah susah sinyal dan juga tidak ada smartphone dan kuota.
"Ini akan kita bahas bersama sekolah tingkat SMA dan SMP. Nanti kita akan berkoordinasi juga dengan komite agar rencana ini bisa dibahas lebih matang lagi dan tetap bisa mencegah penularan Covid-19," jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Demi Bisa Beli Kuota dan HP, Dua Siswi di Pagaralam Terpaksa Jadi Buruh Harian Pemetik Kopi, https://sumsel.tribunnews.com/2020/08/11/demi-bisa-beli-kuota-dan-hp-dua-siswi-di-pagaralam-rela-jadi-buruh-harian-pemetik-kopi.
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Siswa di Pagaralam Jadi Buruh Harian Demi Beli Smartphone Untuk Belajar Daring, Ini Kata Ketua DPRD