TRIBUNNEWS.COM - Keberadaan Paguyuban Tunggal Rahayu dinilai meresahkan masyarakat.
Paguyuban tersebut bahkan mencetak uang sendiri dengan foto pimpinannya.
Pimpinan paguyuban mengaku mencetak uang tersebut pakai printer.
Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan keberadaan Paguyuban Tunggal Rahayu meresahkan masyarakat.
Bahkan, dia menyebut sudah ada tindak pidana yang dilakukan kelompok ini.
"Saya nilai paguyuban itu kriminal. Sudah menyimpang aktivitasnya," ujar Rudy, Jumat (11/9/2020).
Paguyuban Tunggal Rahayu, ucapnya, berani mengubah lambang negara dan mencetak uang sendiri dan dipakai bertransaksi.
Organisasi masyarakat itu pernah mengajukan permohonan izin kepada Pemkan Garut. Pemerintah menolaknya karena ada dugaan penyimpangan.
"Mereka tidak memiliki izin. Dari awal pengajuan, sudah ada kejanggalan. Makanya lebih baik diproses hukum saja," katanya.
Pemkab Garut sudah menggelar rapat koordinasi untuk menangani masalah kegiatan paguyuban ini.
Bakorpakem juga mengambil sikap yang sama dengan Pemkab Garut.
Baca: FAKTA Paguyuban Tunggal Rahayu di Garut: Klaim Punya 13.000 Pengikut hingga Ubah Bismillah
Baca: Paguyuban Tunggal Rahayu, Pemimpin Mengaku Tak Ubah Lambang Negara dan Punya Ribuan Anggota
"Tidak masuk akal apa yang disampaikan pimpinannya itu apalagi menyebut bisa cetak uang dan berlaku di masyarakat," katanya.
Dalam kasus ini, polisi menerapkan pasal tentang penipuan, yakni Pasal 378 KUH Pidana.
"Kami fokus pada penipuannya. Karena itu, kami menetapkan pasal 378 KUH Pidana dalam kasus ini, yang sudah ditingkatkan menjadi penyidikan dari penyelidikan," ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago via ponselnya, Jumat (11/9/2020).
Meski sudah berstatus penyidikan, yang artinya polisi sudah menemukan dugaan tindak pidana disertai adanya dua alat bukti, polisi belum mengumumkan tersangka dalam kasus itu.
Perbuatan penipuan dalam kasus itu didapat keterangan dari sejumlah eks anggota ormas tersebut.
"Modus penipuannya, yang mendaftar akan dapat uang dari Bank Swiss," ucapnya.
Sejumlah eks anggota paguyupan ini, kata Erdi, mengaku sempat dimintai uang lalu dijanjikan mendapat emas batangan seberat 800 ribu kilogram.
"Saksi yang kami mintai keterangan bahwa saat menjadi anggota, diminta pendaftaran Rp 100 ribu sampai Rp 600 ribu per orang. Dalihnya setelah membayar, nanti diganti setelah ada pencairan dari Bank Swiss," ujar Erdi.
Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, Sutarman alias Cakraningrat, mengatakan uang rupiah yang dicetak dan dipakai transaksi ormasnya bertujuan untuk membangkitkan sejarah.
Paguyuban Tunggal Rahayu memiliki empat pecahan mata uang, yakni 1.000, 5.000, 10.000, dan 20.000.
Di pecahan 20.000, terdapat foto Sutarman. Sutarman mengaku mencetak uang itu menggunakan printer.
Dia tidak pernah mengambil desain uang yang dibuat pemerintah karena bisa masuk penipuan.
"Saya tidak pernah cetak uang pecahan Rp 100 ribu walaupun satu lembar. Saya tidak pernah mengambil yang dipakai oleh pemerintah. Sebab itu masuknya penipuan nanti," kata Sutarman.
Dia berani mencetak uang karena memiliki data perjanjian awal. Uang yang dipakainya adalah desain era 1960-an.
Uang tersebut sengaja dicetak untuk membangkitkan asal usul pembuatannya. Ia menambahkan, banyak yang tak tahu sejarah sehingga ia berani keluar dan mencetak uang.
"Asal usulnya dari mana, sejarahnya dari mana, kronologinya seperti apa, historisnya seperti apa. Jadi ini banyak yang tidak tahu sejarah," ujarnya. (firman wijaksana)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul "Heboh Paguyuban Tunggal Rahayu, Ada Foto Sutarman di Uang Pecahan 20.000, Ini Kata Pimpinannya"