TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Ini cerita Stenly Yesi Ndun siswa SD di Desa Tuapanaf, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Meskipun hanya memiliki satu kaki, ia tak pernah putus asa menjalani hidupnya.
Bocah lelaki ini tiap hari jalan kaki sejauh 1 km lebih dengan dibantu tongkatnya menuju sekolah.
Ia tak pernah mengeluh.
Keringat deras mengucur di wajah Stenly Yesi Ndun, saat tergopoh-gopoh mengenakan seragam sekolah putih merah.
Baca: Tidak Bisa Menulis karena Tangannya Cacat, Siswa SMP di Bondowoso Diminta Mundur oleh Sekolah
Pagi itu, bocah berusia tujuh tahun asal Desa Tuapanaf, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), tengah bersiap ke sekolah.
Waktu menunjukan pukul 06.15 Wita, semua perlengkapan sekolah seperti buku, alat tulis dan lainnya telah dimasukan dalam tas kecil berwarna kuning.
Dia pun mulai keluar rumah dengan mengenakan masker dan sebuah tongkat kecil berukuran panjang satu meter lebih.
Baca: Buah Pisang Aman dan Baik Dikonsumsi Ibu Hamil, Atasi Mual hingga Turunkan Peluang Bayi Lahir Cacat
Yesi sapaan akrabnya, adalah siswa difabel, karena hanya memiliki satu kaki.
Kondisi ini dialaminya sejak lahir.
Sejak berumur tiga tahun, Yesi dan saudari kembarnya, Stela Ndun, tinggal bersama kakek dan neneknya.
Himpitan ekonomi, membuat kedua orangtua Yesi harus merantau ke Kalimantan.
Meski fisiknya tak sempurna, bocah ini tetap semangat ke sekolah menggunakan tongkat dari kayu.
Kayu itu ia gunakan sebagai pengganti kakinya.