TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini beredar kabar seorang pria yang terkena hukuman adat akibat tuduhan asusila hingga harus memegang besi panas.
Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Adat Desa Baomekot Viktor Solot angkat bicara.
Ia mengomentari hukuman yang diberikan kepada pria berinisial MA pada Sabtu (7/11/2020) tersebut.
Viktor mengatakan, hukum adat memegang besi panas itu tak sesuai prosedur yang ditetapkan Desa Baomekot, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca juga: Dituduh Hubungan Badan di Luar Nikah, Pria NTT Dihukum Pegang Besi Panas sampai Melepuh
Seharusnya, ada tahapan adat yang dilewati saat membuat sumpah adat pegang besi panas yang dikenal dengan istilah nerang rebu gahu.
Tahapan itu dimulai dengan penyampaian pesan dari tetua menggunakan bahasa adat.
Lalu, membakar kayu untuk memanaskan besi.
Membakar besi juga harus diawali dengan ritual adat. Besi yang digunakan harus berbentuk pelat, bukan bulat.
Hal itu, kata dia, merupakan kesepakatan adat yang diwariskan dari nenek moyang.
Setelah dibakar, besi taruh pada lembaran daun sembari membaca mantra adat.
Setelah itu, besi panas yang dibungkus daun itu diletakkan di tangan tertuduh.
Pihak tertuduh lalu berjalan sejauh lima sampai tujuh depa membawa besi panas dibungkus daun itu.
Baca juga: Fakta Siswi SMA Dibunuh Tukang Cimol di Hotel, Sakit Hati Diejek Pekerjaan dan di-DO dari Pesantren
Setelah tertuduh selesai, pelapor juga harus melakukan hal serupa.
“Jika hanya laki-laki sebagai tertuduh yang memegang besi panas, hal itu sama sekali jauh dari ketentuan adat yang diwariskan nenek moyang. Mestinya tertuduh maupun pelapor melakukan hal yang sama yakni disumpah memegang besi panas,” jelas Viktor saat ditemui, Rabu (18/11/2020).