Dari kasus bunuh yang terjadi menurut Brikken menjadi tamparan bagi semua masyarakat Toraja.
"Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi, sebagai tokoh pemuda saya merasakan bahwa ini menjadi tamparan bagi kita semua," ujarnya.
Brikken berharap semua stakeholder agar segera membuka diri terkait apa yang menjadi penyebab usia muda menyudahi hidupnya secara paksa.
Juga, perlu dibangun ruang komunikasi secara terus-menerus antar lintas lembaga baik pemerintah, aparat penegak hukum, tokoh agama, tokoh adat, pendidik dan organisasi kepemudaan untuk mencari solusi terbaik, tanpa harus menyalahkan.
Baca juga: Misteri 1 Keluarga Tewas: Ayah Gantung Diri, 2 Anaknya Tewas Penuh Luka, Polisi Temukan Kejanggalan
"Dan yang terpenting adalah edukasi dalam lingkungan keluarga sebagai benteng terakhir," tutur Brikken yang juga Koordinator Gerakan Milenial Sangtorayan.
Brikken menambahkan, persoalan sosial begitu banyak, apalagi di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Dimana situasi ekonomi kurang kondusif, dan kegiatan-kegiatan harus menyesuaikan dengan hidup yang baru atau new normal.
Oleh karena itu ia berharap ada gerakan turun tangan baik perseorangan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat untuk melakukan edukasi dampak bunuh diri di usia muda.
"Ayo selamatkan generasi kita, bunuh diri bukan solusi, justru menjadi beban bagi orang yang ditinggalkan," pungkasnya.
Upaya Pencegahan
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir 800.000 orang meninggal dunia karena bunuh diri setiap tahunnya.
Dengan kata lain, bunuh diri telah menjadi fenomena global yang terjadi di sepanjang kehidupan. Oleh karena itu, dibutuhkan intervensi aktif untuk mengurangi angka tersebut.
Melansir kompas.com dengan artikel berjudul "Hal yang Harus Dilakukan untuk Mencegah Tindakan Bunuh Diri", ada banyak faktor yang membuat seseorang nekat melakukan bunuh diri.
Namun, hal paling umum yang memicu keinginan bunuh diri adalah gangguan mental berupa depresi berat.