7. Ditemukan asisten
Kapolres Rembang AKBP Kurniawan Tandi Rongre mengatakan, menjelaskan, jasad keempat korban pertama kali ditemukan Suti, yang merupakan asisten rumah tangga korban.
Saat itu, saksi melihat pagar rumah majikannya sudah terbuka.
Melihat itu, ia kemudian memanggil tapi tidak ada jawaban.
Mengetahui itu, saksi pun lantas masuk ke dalam rumah.
Namun, betapa terkejutnya ia melihat majikannya sudah tidak bernyawa tergelak di tempat tidur.
Kemudian, oleh saksi penemuan itu dilaporkan ke warga yang saat itu sedang mencari rumput dan diteruskan ke kepala desa dan ke polisi.
Polisi menduga, keempat korban itu merupakan korban pembunuhan.
Sebab, dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP). Pada jasad korban ada luka lebam dan darah yang keluar dari tubuh korban.
Kata Ranger, luka itu muncul akibat hantaman benda tumpul.
"Untuk saat ini korban dari hasil olah TKP korban dinyatakan ada penganiayaan, oleh pelaku," ujarnya.
Selain itu, polisi juga tengah memeriksa rekaman dari kamera pemantau di rumah yang juga Padepokan Seni Ongko Joyo.
Guna untuk kepentingan penyelidikan, keempat korban pun dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Rembang untuk dilakukan otopsi.
8. Ki Anom di mata muridnya
Puji Darsono (46) alias Ki Dalang Gondrong Al-Frustasiah masih terkejut atas tewasnya senior sekaligus gurunya di dunia kesenian tradisional, Anom Subekti (60).
Anom Subekti bersama tiga anggota keluarganya ditemukan tewas di kediamannya, Padepokan Seni Ongkojoyo, Desa Turusgede, Kecamatan Rembang, Kamis (4/2/2021) sekira pukul 06.30 WIB.
Tiga anggota keluarga yang juga ditemukan tewas bersamanya ialah istrinya, Tri Purwati (50); putrinya, AS (13); dan cucunya, GLK (11).
Mereka tewas dengan luka lebam dan pendarahan di area kepala.
Hasil autopsi dari Tim Forensik Polda Jateng menunjukkan bahwa mereka berempat dihantam benda tumpul berulang kali saat masih tidur.
Mereka diperkirakan dibunuh pada tengah malam.
Ki Dalang Gondrong tak menyangka sesepuhnya di Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) dan Dewan Kesenian Rembang itu tewas secara mengenaskan.
Sebab, ia menilai sosok Anom Subekti sebagai orang tua yang ramah dan baik pada siapa pun.
“Bagi saya beliau adalah sahabat, guru, sekaligus orang tua saya,” ucap dia ketika ditemui Tribunjateng.com di kediamannya yang berada di Pancur, Rembang, Kamis (4/2/2021) malam.
Ki Gondrong mengaku mengenal Anom Subekti sejak dirinya masih duduk di bangku SMP.
“Waktu itu saya belajar mendalang di Karangturi, Lasem.
Beliau salah satu tutornya,” ucap Ketua Yayasan Lasem Kota Cagar Budaya ini.
Ia mengenal sosok almarhum sebagai sosok seniman serba bisa. Menurutnya, almarhum menguasai berbagai kesenian tradisional, di antaranya dalang wayang kulit, wayang wong, hingga ketoprak.
Selain aktif berkesenian, almarhum Anom Subekti juga pernah berdinas di Departemen Penerangan, pada era Presiden Soeharto.
"Beliau juga pedagang.
Main gamelan bisa, bikin dan jual gamelan juga bisa. Gamelan yang saya pakai juga dari beliau," jelas Ki Gondrong.
Ia menyebut, almarhum juga sangat aktif berorganisasi, selaim di Dewan Kesenian dan Pepadi Rembang, almarhum juga bergiat di Lembaga Pembina Seni Pedalangan Indonesia (Ganasidi).
Ia juga bersaksi bahwa almarhum merupakan sosok yang sangat baik dan suka memotivasi para seniman muda.
“Sebelum saya diterima masyarakat Rembang, atau boleh dikatakan mulai laris sebagai dalang, beliau satu-satunya yang mendukung saya.
Beliau bilang, jangan minder ke rekan seprofesi yang sudah lebih bagus dan menonjol.
Tetap semangat karena rezeki Tuhan yang mengatur.
Saya rasa sikap beliau ke seniman muda lain juga begitu," ungkap dia.
Ia menyebut, Anom Subekti juga memperhatikan regenerasi seniman tradisional.
Putranya yang bernama Danang ia didik menjadi dalang profesional juga.
Selain itu, di padepokannya ia juga mengajari anak-anak seni pedalangan dan karawitan
Ki Gondrong tak habis pikir apa motif pelaku yang tega membunuh Anom Subekti beserta istri, anak, dan cucunya.
“Sampai sekarang saya masih terkejut, apa kira-kira motif pelaku.
Beliau orang yang dekat dengan semua orang, dan sangat dermawan,” tutur dia.
Mengenai kedermawanan almarhum, Ki Gondrong punya beberapa cerita.
Satu di antaranya ialah, di awal karir mendalangnya dulu, ia pernah dipersilakan memakai gamelan dan perlengkapan pertunjukan wayang milik almarhum tanpa harus membayar biaya sewa.
"Dulu tahun 90-an sebelum reformasi, saya mulai sering tampil mendalang. Waktu tarif nanggap saya cuma Rp 600 ribu sudah komplit berikut segala peralatan dan krunya. Saya lihat gamelan punya Pak Bekti dan ingin memakainya.
Pak Bekti lalu tanya, saya jawab bahwa saya tidak mampu menyewanya karena tarif nanggap saya kecil.
Tapi saya dipersilakan pakai tanpa perlu bayar sewa, saya cuma diminta mengupah tenaga yang menata peralatan gamelan," terang ki Gondrong.
Ia menambahkan, dirinya juga pernah membeli peralatan gamelan dari almarhum, namun uangnya masih kurang. Namun almarhum tidak mempermasalahkannya.
"Silakan tanya ke seniman lain, saya yakin semua punya kesan sama pada almarhum.
Makanya saya kaget, motif pelaku apa, padahal Pak Bekti orang baik. Lebih kagetnya lagi, kenapa istri, anak, dan cucunya ikut dibunuh," tandas dia. (Mazka Hauzan Naufal/Tribun Jateng/Surya)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Polisi Ungkap Kejanggalan di Balik Pembunuhan Keluarga Ki Anom Subekti Rembang, Ada Motif Dendam?