Dua orang itu diduga kuat pelaku utama.
Selain itu, juga terdapat 19 orang luka.
Pola Lama
Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Bandung Profesor Muradi menyebut aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan yang terjadi Minggu (28/3/2021) pagi menggunakan pola lama.
Menurut dia, pelaku teror tidak lagi menyasar petugas atau aparat kepolisian lagi.
Namun, aksi teror kembali menyasar simbol-simbol tertentu, misalnya simbol keagamaan.
“Dengan polanya bisa dibilang bagian dari teror, hanya saja kita dalam posisi unik karena ini pertama sejak setahun terakhir dan agak besar. Walaupun korbannya tidak sampai tewas, namun ini cukup mengagetkan karena polanya kembali pada pola lama,” kata Muradi di live talk Kompas TV, Minggu (28/3/2021).
Baca juga: Korban Bom di Gereja Katedral Makassar Kembali Bertambah, Total 20 Orang, Ada yang Luka Berat
Menurut Muradi pelaku teror bukan orang-orang yang menjadi bidikan Densus 88 Antiteror Polri atau BNPT dalam beberapa waktu belakangan.
Jaringan teror di Gereja Katedral Makassar diduga adalah jaringan lama, karena kecendrungan menggunakan pola lama yang menyasar target-terget yang selama ini dianggap sudah tidak dijadikan target lagi.
Baca juga: Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan: Bom di Makassar Sangat Mengganggu Kerukunan Beragama
“Mereka mengurangi kegiatan di elektronik, seperti di media sosial, mereka kurangi betul. Mereka kembali ke pola lama,” ujarnya.
Jaringan ini, ia sebut kemungkinan terafiliasi dengan kejadian tewasnya petinggi Abu Sayyaf di Filipina atau berkaitan dengan dipindahkannya belasan terduga teroris yang ditangkap di Makassar pada Februari lalu.
Meskipun jaringan ini diduga hampir putus dari jaringan lama, tapi menggunakan pola baru yang identik dengan pola lama.
“Ini seperti New JI (Jamaah Islamiyah), bukan seperti JAD yang disampaikan beberapa analis,” katanya.
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Jenderal Listyo Sigit Ungkap 1 Pelaku Bom Gereja Katedral Makassar Pernah Beraksi di Filiphina