TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Plt. Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati menyampaikan adanya tantangan tersendiri dalam penanganan bencana di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Dengan kondisi kepulauan seperti di NTT ini, perlunya pembelajaran dari dampak turunannya dan bagaimana upaya mitigasi kedepannya.
Plh. Sekretaris BPBD Prov NTT Sintus Carolus menyampaikan bahwa pemerintah NTT sudah melakukan tindak lanjut terkait informasi dini dari BMKG sejak bulan September 2020 mengenai adanya siklon tropis, dengan mengirimkan surat ke setiap Kabupaten/Kota, melaksanakan himbauan dan penegasan kepada masyarakat, serta sosialisasi.
Berdasarkan informasi lapangan yang diperoleh tim survei dan pemetaan BNPB, masyarakat menerima informasi tersebut namun tidak mengira akan sebesar itu.
Hal itu tersampaikan dalam Rapat Koordinasi Tim Intilejen Penanngulangan Bencana (TIPB) pada Kamis (29/4/2021).
Baca juga: Banjir Bandang dan Longsor NTT Jadi Pembelajaran Tingkatkan Pemahaman Masyarakat Hadapi Bencana
Rakor TIPB ini digelar untuk merespon kejadian bencana Hidrometeorologi akibat angin siklon tropis Seroja di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada awal April lalu.
Dalam kesempatan yang sama juga, Badan Informasi Geospasial (BIG) menyampaikan hasil survey yang mereka lakukan di dua wilayah terdampak yaitu Kabupaten Malaka dan Desa Oesena Kabupaten Kupang.
Hasil survei ditemukan fakta bahwa dampak yang ditimbulkan angin siklon tropis seroja di Kabupaten Malaka menyebabkan luapan sungai ke desa-desa yang berada di hilir sungai dengan kondisi terparah berada di Kecamatan Malaka Tengah, Malaka Barat, dan Weliman.
Sedangkan di Desa Oesena, tim BIG menemukan adanya retakan di badan jalan yang menyebabkan munculnya mata air hingga membuat aliran sungai baru.
Berdasarkan analisis penginderaan jauh yang dilakukan oleh LAPAN, angin siklon tropis seroja banyak mengubah bentukan alam NTT, khususnya perubahan bentuk aliran sungai dan adanya danau baru yang terbentuk.
Dalam analisisnya, LAPAN juga mengemukakan bahwa Desa Lemedikte yang berada di hilir sungai di kaki Gunung Aktif Ile Boleng masih terancam banjir lahar dingin.
Selain Gunung Ile Boleng, material lahar dari Gunung Ile Lewotolok juga mengancam desa-desa di sekitarnya.
Menurut Miming Saepudin dari BMKG, siklon tropis sudah beberapa kali melintasi Indonesia dengan potensi terbesarnya di Bulan April-Mei.
“Dampak terbesar dirasakan pada 2008 lalu, baru yang kedua adalah di NTT pada awal April kemarin,” katanya.
Miming juga mengingatkan adanya bahaya kebakaran hutan dan lahan di musim kemarau yang diperkirakan mencapai puncaknya pada bulan Juli-Agustus.
Lebih lanjut, Miming menjelaskan dampak dari bencana turunan dari siklon tropis sangat perlu diwaspadai, di antaranya adalah gelombang tinggi, angin kencang, hujan lebat, banjir, longsor, dan banjir bandang.
Hal ini senada dengan hasil temuan lapangan yang dilakukan oleh BNPB.
“Dampak signifikan yang terjadi di Adonara, Lembata, dan Alor cukup luar biasa, namun bukan representasi dari dampak langsung siklon tropis,” ungkap Abdul Muhari, salah satu anggota Tim Survei BNPB.
Dijelaskan bahwa dampak signifikan yang terjadi di 3 daerah tersebut diakibatkan oleh banjir bandang dan debris flow sebagai bencana turunan akibat siklon tropis.
Sumaryono dari PVMBG menemukan banyak penduduk yang tinggal di daerah kipas aluvial karena sumber mata air yang melimpah di sekitar wilayah tersebut.
Baca juga: KSPSI Distribusikan Bantuan untuk Korban Banjir Bandang NTT Lewat Tanjung Perak
Pernyataan ini diperkuat dengan temuan lapangan tim survei dan pemetaan BNPB bahwa masyarakat tidak merasa perlu menghindari membangun rumah di alur sungai.
Pendataan penduduk dan sistem peringatan dini yang tepat sangat penting dilakukan di wilayah tersebut sebagai antisipasi untuk mengurangi kerugian yang mungkin timbul akibat bencana serupa di masa depan.
Profesor Faisal Fathani dari UGM berpendapat bahwa dengan morfologi pulau di NTT yang cenderung hampir mirip satu sama lain, bentuk mitigasi yang sama dapat diterapkan di seluruh NTT yaitu dengan menerapkan sabo dam untuk mengurangi dampak banjir bandang.
Selain itu juga early warning system dapat diaplikasikan menggunakan pendulum dan ultrasonic sensor dengan partisipasi masyarakat.
Baca juga: Perbaiki Bendungan Benanain NTT karena Banjir, Kementerian PUPR Harap Produksi Pertanian Membaik
Ide ini diapresiasi oleh PUPR mengingat adanya kondisi beberapa daerah yang tidak memungkinkan untuk dilakukan relokasi.
Sejauh ini ada 2 peta usulan relokasi baru yaitu di Waisesa II sebanyak 546 unit rumah dan Waisesa I sebanyak 154 unit rumah.
Peran dari unsur kebencanaan sangat dibutuhkan dalam menentukan area relokasi ke depannya.
Sampai saat ini penanganan pasca bencana hidrometeorologi akibat siklon tropis Seroja di NTT masih terus berlanjut.
PUPR mencanangkan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi rumah rusak dan sejumlah bangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, bendung, jaringan irigasi, dan bangunan sungai/pantai di tahun 2021 dan diteruskan di tahun 2022.