Dilanjutkannya, kebutuhan akan kekuasaan adalah hasrat untuk memiliki dampak, berpengaruh, dan mampu mengendalikan orang lain.
Orang yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan tinggi ini biasanya berupaya untuk memengaruhi orang lain.
Dia lebih suka ditempatkan pada situasi yang kompetitif dan berorientasi pada status atau kedudukan.
Dia juga cenderung lebih memperhatikan gengsi dan mendapatkan pengaruh atas orang lain ketimbang kinerja yang efektif.
"Ya, jadi ini memang berbicara tentang materi. Pengaruh itu adalah segalanya," tambahnya.
Apapun profesi T, kata Prof Koentjoro, pasti dia bekerja sebagai seorang yang menjadi idola di tempat tinggal asal NAN.
Sehingga, NAN sudah berandai-andai, apa yang akan tetangga atau lingkungannya bicarakan jika dia bisa menikah dan membangun biduk rumah tangga bersama T.
Mungkin saja, NAN sudah membayangkan pujian dan perhatian dari keluarga dan tetangganya di kampung apabila dia bisa menggaet T yang memiliki profesi tersohor.
Nahas, mimpi itu lenyap tatkala dia tahu T justru menikah dengan perempuan lain.
"Ketika dia tiba-tiba terbangun, ternyata realita tidak sama dengan ekspektasinya, maka bisa saja dia menyimpan dendam terhadap T," paparnya.
Dendam dan amarah yang terkumpul itu mendorongnya untuk menyakiti T, salah satunya dengan racun.
Prof Koentjoro menjelaskan, NAN pasti akan semakin jengkel jika selama ini dia ingat hanya dimanfaatkan oleh T.
"Ada rasa kecewa mendalam dari NAN terhadap T yang sudah melambungkannya setinggi langit kemudian menjatuhkannya," ucapnya.
Lantas bagaimana dengan keluarga Bandiman yang jadi korban salah sasaran karena ulah Nani?