"Dia mengerahkan segala energinya untuk membela rakyat kecil itu. Saat itu pendeta SAE bahkan lebih dari sekedar diintimidasi oleh negara tetapi tetap maju untuk berjuang," ujarnya.
"Sampai - sampai Pangdam BB Pramono waktu itu mengangkat Ephorus HKBP karena dia tidak sanggup mengalahkan Nababan di Sinode Godang. Itu satu satunya, masa Ephorus diangkat panglima militer," sambungnya.
Di saat itu, lanjutnya, perlawanan Pendeta SAE Nababan didukung oleh para penatua dan jemaat HKBP.
Demikianlah sepenggal jejak kritis almarhum untuk membela rakyat kecil.
"Almarhum meninggal di usia 87 tahun. Sebenarnya tadi pagi beliau masih sadar dan masih sempat dilaksanakan perjamuan kudus," ucapnya.
"Kalau untuk rumah dukanya masih dirundingkan, apakah di Jalan Rasamala No 31, Menteng Atas Jakarta Selatan atau di Siborong- borong tempat makam Asmara Nababan," tutupnya.
Sosok Pendeta SAE Nababan
Dilansir dari website SAEnababan.com, diketahui nama lengkap dari Pendeta SAE Nababan adalah Pdt. Dr (HC). Soritua Albert Ernst Nababan LlD.
Dr. Soritua A.E. Nababan, LlD adalah seorang pendeta dan tokoh gereja di Indonesia yang lahir di Tarutung 24 Mei 1933 lalu.
Dilansir dari Wikipedia, Pendeta SAE Nababan menempuh pendidikannya di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta dan lulus pada 1956 dengan gelar Sarjana Theologia.
Ia mendapat beasiswa dan melanjutkan pendidikannya di Universitas Heidelberg dan lulus dengan gelar Doktor Theologia pada 1963.
Pada 1987-1998 ia menjabat sebagai Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebuah gereja beraliran Lutheran di Indonesia.
Pada masa kepemimpinannya terjadi dualisme kepemimpinan di tubuh HKBP (1992-1998).
Baca juga: Panduan Peringatan Kenaikan Isa Almasih dari Kemenag: Ibadah Dipersingkat, Gereja Maksimal 50 Persen
Jabatan-jabatan lain yang pernah dipegangnya Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia pada 1967-1984 dan kemudian Ketua Umum dari lembaga yang sama pada 1984-1987.