TRIBUNNEWS.COM - Gunung Merapi memuntahkan awan panas guguran, Minggu (9/5/2021).
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebut, awan panas guguran tersebut keluar pada pukul 10.18 WIB.
Catatan seismogram menyebut guguran tersebut beramplitudo 32 mm dan berdurasi 108 detik.
Sementara itu jarak luncurnya 1.500 meter ke arah barat daya.
Dikutip dari Twitter BPPTKG, rekomendasi jarak bahaya awan panas guguran adalah 3 km dari puncak di alur Kali Gendol, 5 km dari puncak di alur Kali Kuning, Boyong, Bedog, Krasak, Bebeng, dan Putih.
Kepala BPPTKG, Hanik Humaida, menyebut ada kenaikan aktivitas kegempaan internal Gunung Merapi hari ini.
"Aktivitas Merapi saat ini ada kenaikan dari kegempaan internalnya yaitu VB (gempa vulkanik dangkal) dan MP (fase banyak)," ungkap Hanik saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Minggu siang.
Baca juga: Info BMKG Minggu, 9 Mei 2021: Waspada Gelombang Tinggi di Samudra Hindia Selatan Jawa Capai 6 Meter
Baca juga: Menko PMK: Pemerintah Upayakan Proses Transisi Rehabilitasi Pasca Bencana NTT Segera Rampung
Meski demikian, Hanik menyebut kenaikan yang terjadi tidak signifikan.
"Potensi bahaya masih sama dengan kemarin," ungkap Hanik.
Diketahui, Gunung Merapi saat ini berada dalam status siaga.
Status Gunung Merapi dinaikkan dari level waspada menjadi siaga sejak 5 November 2020 lalu.
Tentang Awan Panas
Adapun istilah awan panas dipakai untuk menyebut aliran suspensi dari batu, kerikil, abu, pasir dalam suatu masa gas vulkanik panas yang keluar dari gunung api dan mengalir turun mengikuti lerengnya.
Baca juga: Banjir Bandang dan Longsor NTT Jadi Pembelajaran Tingkatkan Pemahaman Masyarakat Hadapi Bencana
Dikutip dari esdm.go.id, kecepatan awan panas dapat mencapai lebih dari 100 km per jam sejauh puluhan km.
Aliran turbulen tersebut dari jauh tampak seperti awan bergulung-gulung menuruni lereng gunung api dan bila terjadi malam hari terlihat membara.
Awan panas biasanya tidak segemuruh longsoran biasa karena tingginya tekanan gas pada material menyebabkan benturan antar batu-batu atau material di dalam awan panas tidak terjadi dengan kata lain benturan teredam oleh gas.
Penduduk sekitar Merapi menyebut awan panas sebagai wedhus gembel dalam bahasa Jawa berarti domba karena secara visual kenampakan awan panas seperti domba-domba menyusuri lereng.
Istilah ini diperkirakan telah dipakai sejak berabad-abad oleh penduduk setempat (lebih tua dari pada istilah nuee-ardente).
Baca juga: Tim Respons Darurat Bencana JRBM Diapresiasi Menteri ESDM
Awan panas Merapi dibedakan atas awan panas letusan dan awan panas guguran.
Awan panas letusan terjadi karena hancuran magma oleh suatu letusan.
Partikel-partikel terlempar secara vertical dan horizontal. Kekuatan penghancuran material magma saat letusan ditentukan oleh kandungan gas vulkanik dalam magma.
Sedangkan awan panas guguran terjadi akibat runtuhnya kubah lava bersuhu sekitar 500-600 derajat Celcius oleh tekanan magma dan pengaruh gravitasi.
Berita lain terkait Gunung Merapi
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)