TRIBUNNEWS.COM - Seorang asisten rumah tangga (ART) bernama EAS (45) mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh majikannya.
Ia juga tidak diberi upah kerja hingga dipaksa makan kotoran kucing.
Bahkan sempat dimasukkan ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) oleh sang majikan, dengan alasan memiliki gangguan kejiwaan.
EAS mengatakan, sejumlah tindakan penyiksaan terjadi pada bulan ketiga saat dirinya mulai bekerja di rumah majikannya, kawasan Manyar, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Kasus dugaan kekerasan tersebut berlangsung selama 10 bulan.
"Emosi sama keluarganya, aku yang kena imbas. Kadang karena pekerjaan, karena aku ngucek kurang, karena tanganku sakit, itu juga jadi masalah. Sakitnya juga karena disiksa," kata EAS, yang kini dirawat di Liponsos Keputih milik Pemkot Surabaya, Minggu (9/5/2021).
Baca juga: Minimalisir Penyiksaan, Imparsial Berikan 8 Rekomendasi untuk Penerapan Perkap HAM
EAS mengaku kerap mendapat siksaan saat bekerja. Mulai dari disetrika, hingga disuguhi makanan yang dicampur kotoran kucing oleh sang majikan.
"Majikan saya bilang, itu ada tai kucing kok enggak dibuang. Terus saya bilang, iya nanti saya buang. Terus dia bilang lagi, enggak usah nanti buat makan kamu. Saya pikir itu bercanda, ternyata beneran, saya dikasih makan sama tahi kucing," tutur EAS.
Selain itu, punggung EAS juga nampak dipenuhi luka lebam yang mirip pukulan benda tumpul.
Ia menyebut bahwa dirinya kerap kali mendapat pukulan di bagian punggung saat bekerja, mulai 3 bulan terakhir sebelum dimasukkan ke Liponsos.
Baca juga: Cegah Kasus Penyiksaan Terulang, Polri Siap Tindaklanjuti Pasang CCTV di Ruang Pemeriksaan
Baca juga: Minta Izin Asuh dan Urus Bocah Korban Penyiksaan, Polisi Heran Dengar Jawaban Ayah Kandungnya
"Ini punggung saya juga sudah diobati. Katanya tulang yang sebelah kanan masih bisa diperbaiki. Ini bekas dipukul 3 atau 4 bulan yang lalu," kata dia.
EAS mengaku telah bekerja selama hampir 13 bulan di rumah majikannya itu. Ia mendapat pekerjaan itu oleh seorang perantara.
Saat itu, EAS dijanjikan digaji sebesar Rp1,5 juta per bulan.
Namun, ia mengaku hanya menerima upah sekali saja. Bahkan akhirnya EAS dibawa ke Liponsos Keputih, Surabaya.