TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menuturkan, kasus tewasnya bocah A (7) di tangan orang tua karena terhasut oleh dukun, tidak berkaitan dengan rendahnya latar belakang pendidikan pelaku.
Menurut Reza, latar belakang pendidikan seseorang tidak menjamin tingkat kepercayaannya terhadap hal-hal gaib.
Reza tak menampik, banyak masyarakat dengan gelar tinggi masih mempercayai hal-hal gaib.
Baca juga: Terungkap Motif Orangtua Bunuh Anak di Temanggung, Dukun Sebut Korban Titisan Genderuwo
"Jangankan lulusan SMA. Sarjana pun banyak yang masih percaya hal-hal klenik."
"Masyarakat kita masih membuka diri untuk hal-ihwal yang tidak kasat mata, kegaiban, dan sejenisnya," kata Reza, saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (20/5/2021).
Reza menilai, sulit untuk membuat masyarakat berpikir realistis terhadap hal-hal gaib.
Namun, Reza mengatakan, membuat masyarakat lebih berpikir realistis tentang hal-hal gaib patut diupayakan.
"Masyarakat kita adalah masyarakat yang relijius. Betapa pun tidak semua hal dalam agama sanggup kita temukan rasionalitasnya, namun mencari penjelasan-penjelasan rasional atas berbagai fenomena kehidupan sepatutnya terus kita ikhtiarkan," ungkap Reza.
Reza menilai, selama tidak membahayakan nyawa, tidak ada salahnya berkompromi dengan hal tersebut.
Kecuali, jika hal gaib sudah sampai menghilangkan nyawa, seperti kasus tewasnya bocah A asal Temanggung, Jawa Tengah, maka proses hukum wajib dilakukan.
Baca juga: Bocah di Temanggung Tewas Dibenamkan ke Bak Mandi, Tersangka Ayah Ibu Korban, Dukun serta Asistennya
"Apa boleh buat; sepanjang tidak membahayakan diri sendiri dan pihak lain (baik manusia maupun selain manusia), tampaknya kita perlu berkompromi di situ. Itu yang realistis."
"Nah, kalau sudah membahayakan, barulah hukum difungsikan. Untuk memaksa yang bersangkutan agar kembali ke titik rasional," kata Reza.
Di sisi lain, Reza menuturkan, kasus tewasnya A akibat ritual perdukunan ini bukan termasuk pembunuhan berencana, melainkan kasus manslaughter.
"Ini kasus manslaughter. Mungkin bisa disetarakan dengan penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal dunia."
"Beda dengan pembunuhan, apalagi pembunuhan berencana," ungkapnya.
Reza menilai, sosok dukun yang telah ditetapkan sebagai tersangka ini adalah dalang dari pembunuhan ini.
Sementara, peran orang tua yang menenggelamkan A di bak mandi merupakan eksekutornya.
"Dukun adalah mastermind. Orang tua adalah eksekutor. Kenapa orang tua tetap sebagai pelaku, karena mereka tahu bahwa menenggelamkan orang sedemikian rupa bisa mengakibatkan orang tersebut meninggal dunia, betapa pun mereka tidak punya niat untuk menghabisi orang (anak) tersebut," ujar Reza.
Latar Belakang Pendidikan Orang Tua A
Kapolres Temanggung, AKBP Benny Setyowadi mengungkap latar belakang pendidikan orang tua A, yang menenggelamkan anaknya di bak mandi sampai tewas setelah dihasut seorang dukun.
Menurut Benny, keduanya merupakan lulusan SMA.
Sang ayah bekerja sebagai tukang truk karet dan sang ibu bekerja sebagai tukang jahit.
Baca juga: Asisten Dukun Tersangka Kasus Tewasnya Bocah 7 Tahun di Temanggung Santai Saat Dihadirkan Polisi
"Pekerjaan orang tua, Bapaknya merupakan tukang truk karet di lingkungan Bejen."
"Kemudian ibunya tukang jahit. Tingkat pendidikan keduanya merupakan lulusan SMA," ujar Benny, dalam tayangan Youtube tvOne, Kamis (20/5/2021).
Sementara, Benny masih mendalami mengenai tingkat kepercayaan orang tua tersebut terhadap hal-hal gaib.
"Ini kami akan gali lebih lagi, pemeriksaan masih terus berjalan bagaimana dengan tingkat kepercayaan yang bersangkutan terhadap hal-hal yang diluar nalar tersebut," tambahnya.
Dari data sementara, Benny menilai, faktor bujuk rayu dukun yang menuding kenakalan sang anak akan berakibat fatal di masa depan, mendominasi perilaku orang tuanya.
Sebab, tetangga di lingkungan Desa Bejen menilai, kenakalan dari anak tersebut masih sangat wajar.
"Sampai saat ini kita masih menggali terus bagaimana tingkat kenakalan dari saudari A."
"Tapi sementara dari saksi tetangga masih dalam kenakalan wajar seorang anak, jadi hanya karena pengaruh dari dukun tersebut," kata Benny.
Sang Dukun Sudah Beroperasi Lima Tahun
Di sisi lain, dua dukun, H dan B yang menyebabkan bocah A (7) meninggal dunia ternyata sudah lima tahun beroperasi.
Keterangan tersebut disampaikan oleh Sugeng, kepala Desa Bejen, Temanggung, Jawa Tengah.
Setiap saat H dan B berkeliling menawarkan jasa ilmu perdukunannya itu ke masyarakat Bejen.
Baca juga: Bocah 7 Tahun Tewas Akibat Ritual Perdukunan di Temanggung, Jasadnya Disimpan 4 Bulan di Kamar
Namun, berdasarkan pengakuan Sugeng tidak ada yang percaya, karena kemampuan H dan B belum terbukti sama sekali di mata masyarakat Bejen.
"Ini kejadian luar biasa buat kami. Orang tua korban ini kan sebenarnya juga sama-sama korban.
"Memang dua orang H dan B ini yang bertanggung jawab atas kematian A," katanya, kepada Tribun Jogja, Rabu (19/5/2021).
Ia menambahkan, H dan B sudah membuka praktik perdukunan sekitar lima tahun.
"Sudah lima tahun mereka menjalankan praktik dukun. Ya hanya pengen kondang saja, diakui masyarakat. Tapi ya gitu, gak ada masyarakat yang percaya," tambahnya.
Ia pun mengetahui jika B dan H telah mempelajari ilmu perdukunan untuk mendapat pengakuan dari masyarakat.
Adanya kejadian ini, Sugeng selaku kepala desa mengimbau kepada masyarakat untuk tetap berhati-hati dan selalu waspada apabila ada kejanggalan dilingkungan sekitar.
"Saya mengimbau masyarakat supaya hati-hati, baik itu dengan praktik supranatural atau sejenisnya. Karena dunia penipuan sedang marak sekali, dan kami sangat terpukul atas kejadian ini," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Maliana/Tribunjogja.com/Miftahul Huda)
Berita lain terkait Bocah 7 Tahun Meninggal karena Praktik Dukun